Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa alokasi investasi dalam industri dana pensiun sepenuhnya menjadi kewenangan masing-masing perusahaan, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh OJK. Pernyataan ini disampaikan oleh Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, sebagai respons atas pergeseran signifikan dalam alokasi investasi dana pensiun yang terpantau hingga Juli 2025.
Ogi menjelaskan bahwa entitas seperti BPJS Ketenagakerjaan, PT Asabri (Persero), dan PT Taspen (Persero) memiliki regulasi yang lebih ketat, mewajibkan setidaknya 50% dari dana mereka dialokasikan pada Surat Berharga Negara (SBN). Meski demikian, sisa alokasi diserahkan kepada kebijakan masing-masing perusahaan. “Memang sebagian besar investasi saat ini masih terkonsentrasi di SBN dan deposito, sementara instrumen lain hanya porsi kecil,” ujarnya setelah menghadiri Indonesia Pension Fund Summit (IPFS) 2025 di Tangerang Selatan, Kamis (23/10/2025).
Ia menambahkan, apabila dana pensiun memilih untuk menempatkan asetnya pada instrumen investasi di luar SBN dan deposito, prinsip kehati-hatian yang sangat tinggi harus diterapkan. Sebelumnya, Ogi juga sempat merinci proporsi investasi di sektor asuransi yang menunjukkan diversifikasi pada berbagai instrumen. Pada kesempatan tersebut, SBN menjadi penempatan paling dominan dengan angka 50,38%, diikuti oleh deposito sebesar 25,8%, dan saham sebesar 15,8%.
“Perubahan variabel ekonomi utama, termasuk fluktuasi suku bunga, secara signifikan memengaruhi pengelolaan investasi oleh pilar-pilar tata kelola perusahaan, mulai dari manajemen, dewan komisaris, hingga komite-komite terkait,” jelasnya dalam lembar jawaban RDK Agustus 2025, (17/9/2025). Ia melanjutkan, faktor-faktor ini berperan besar dalam mendorong perubahan atau peralihan jenis investasi yang dilakukan.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Tondy Suradiredja, memberikan pandangannya. Menurutnya, tingginya volatilitas di pasar saham menjadi pemicu utama pergeseran alokasi investasi oleh dana pensiun. “Dibandingkan dengan deposito atau SBN yang menawarkan stabilitas lebih tinggi dan tingkat risiko yang jauh lebih rendah, pilihan tersebut menjadi lebih menarik. Prioritas utama dana pensiun adalah memastikan ketersediaan dana yang aman dan stabil bagi peserta di masa pensiun mereka,” ungkap Tondy kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025) malam.
Tondy menambahkan, strategi ini dipandang sebagai langkah sementara untuk merespons kondisi pasar yang bergejolak tahun ini. Namun, ia tidak menutup kemungkinan bahwa dalam tiga tahun ke depan, pendekatan ini bisa terintegrasi sebagai arah kebijakan jangka menengah untuk menjaga keseimbangan antara risiko dan imbal hasil, terutama jika kondisi pasar dan ekonomi belum mencapai stabilitas penuh. “Strategi pengelolaan risiko secara hati-hati (prudent) ini diterapkan sebagai fondasi untuk nantinya kembali meningkatkan alokasi investasi pada aset-aset berorientasi pertumbuhan,” pungkas Tondy.
Sebagai informasi, data terbaru dari OJK per Juli 2025 secara jelas menunjukkan pergeseran ini. Portofolio saham di industri dana pensiun mengalami penurunan 9,82% (year on year/YoY) menjadi Rp23,2 triliun. Sebaliknya, penempatan aset pada deposito berjangka justru melonjak signifikan sebesar 20,24% (YoY), mencapai Rp101,64 triliun. Sementara itu, investasi pada Surat Berharga Negara (SBN) juga mencatat kenaikan 2,76%, mencapai nilai Rp138 triliun.
Ringkasan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa alokasi investasi dana pensiun menjadi kewenangan masing-masing perusahaan, asalkan sesuai ketentuan. Mayoritas investasi saat ini masih terkonsentrasi di Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito, sementara instrumen lain memiliki porsi kecil. Jika dana pensiun memilih instrumen investasi di luar SBN dan deposito, prinsip kehati-hatian yang tinggi harus diterapkan.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) menyatakan volatilitas pasar saham menjadi alasan utama pergeseran alokasi investasi dana pensiun ke deposito dan SBN yang lebih stabil. Data OJK Juli 2025 menunjukkan penurunan portofolio saham dana pensiun sebesar 9,82% (YoY) menjadi Rp23,2 triliun, sementara deposito berjangka melonjak 20,24% (YoY) mencapai Rp101,64 triliun, dan investasi SBN naik 2,76% mencapai Rp138 triliun.