Sponsored

Harga Kopi Dunia Melejit: Tarif Trump dan Krisis Iklim Bikin Pasokan Seret

Harga kopi dunia kembali melonjak tajam. Di Amerika Serikat (AS), harga secangkir kopi kini semakin mahal akibat tarif impor baru yang diberlakukan Presiden Donald Trump.

Sponsored

Namun, lonjakan ini bukan semata-mata karena tarif, melainkan juga dampak nyata dari perubahan iklim yang menghantam daerah penghasil utama kopi di Brasil.

Mengutip Bloomberg, Sabtu (25/10), pemerintah AS sejak Juli 2025 memberlakukan tarif 50% terhadap kopi asal Brasil, produsen kopi terbesar dunia. Kebijakan ini membuat stok biji kopi Brasil di gudang-gudang AS turun ke level terendah sejak 2020.

Ketegangan meningkat setelah Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif serupa terhadap Kolombia, salah satu eksportir besar kopi dunia lainnya.

Namun, perang dagang hanyalah bagian kecil dari persoalan besar yang kini dihadapi industri kopi. Faktor utama yang menekan pasokan global justru datang dari langit yaitu perubahan iklim.

Kekeringan di Negeri Kopi

Daerah penghasil kopi di Brasil, terutama di negara bagian Minas Gerais, mengalami kekeringan berkepanjangan. Dalam sebulan terakhir, curah hujan di wilayah ini hanya sekitar 70% dari rata-rata normal.

Bahkan pada akhir pekan lalu, wilayah tersebut hanya menerima kurang dari setengah curah hujan historis. Hal ini berdasarkan Analisis Cuaca Bloomberg Brasil.

“Masih ada masalah iklim. Tarif ini merupakan lapisan tambahan, tetapi kita tidak bisa mengabaikan faktor struktural utama yaitu pasokan yang makin tipis,” ujar Manager Intelijen Pasar Kopi StoneX, seperti dikutip Bloomberg.

Sejak Agustus, harga kopi arabika yang merupakan varietas yang paling banyak ditanam di Brasil melonjak hampir 40% dan mendekati rekor tertinggi. Sementara itu, harga robusta, jenis yang umum digunakan untuk kopi instan, naik sekitar 37%.

Pasokan Seret, Konsumsi Menurun

Brasil yang memproduksi hampir 40% kopi dunia menghadapi tantangan berat sejak 2020. Kekeringan tahunan membuat produksi tidak mampu memenuhi permintaan global.

Para analis memperkirakan keseimbangan pasar baru akan tercapai bukan karena panen membaik, melainkan karena konsumen mulai mengurangi konsumsi akibat harga yang terlalu tinggi.

Badan pasokan nasional Brasil (Conab) menyebutkan bahwa hujan yang mulai turun baru-baru ini dapat sedikit meringankan tekanan terhadap tanaman kopi.

Dari sisi diplomatik, Trump dan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva telah membuka pembicaraan untuk menghapus tarif yang diberlakukan. Jika kesepakatan tercapai, harga kopi di pasar AS bisa turun seiring normalnya impor.

Meski ada harapan perbaikan jangka pendek, ancaman sesungguhnya datang dari perubahan iklim global. Studi terbaru memperkirakan bahwa pada 2050, hanya sekitar setengah wilayah penghasil kopi saat ini yang masih cocok untuk produksi.

“Jika iklim berubah, kita harus memahaminya dan beradaptasi. Kita tidak bisa terus bertindak seolah-olah iklim tidak ada,” kata Direktur Strategi Berkelanjutan TIMAC AGRO International Daniel El Chami.

Kopi Tanpa Biji, Solusi Masa Depan?

Kenaikan harga dan kekhawatiran terhadap keberlanjutan kini membuka peluang baru bagi inovasi. Salah satunya adalah produk kopi tanpa biji yang mulai menarik perhatian industri makanan dan minuman global.

CEO Compound Foods, Maricel Saenz, mengatakan bahwa tren kopi alternatif semakin dilirik karena tekanan terhadap rantai pasok kopi konvensional.

“Saya benar-benar merasakan perubahan yang sangat nyata di tahun 2025. Produsen makanan besar kini mempertimbangkan produk kopi buatan kami untuk jangka panjang,” ujar Saenz.

Sponsored