Presiden Prabowo Subianto telah memberikan restu bagi kebijakan krusial: mandatori pencampuran etanol sebanyak 10% ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM). Langkah strategis ini digagas dengan dua tujuan utama, yaitu mereduksi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM yang selama ini menjadi beban.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengonfirmasi persetujuan tersebut setelah rapat penting. “Kemarin malam sudah kami rapat dengan Bapak Presiden. Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatori 10 persen etanol (E10),” ujar Bahlil di Jakarta, Selasa (7/10). Ia menambahkan bahwa kebijakan ini bertujuan menciptakan BBM yang lebih bersih dan ramah lingkungan, sekaligus menekan volume impor minyak mentah.
Menyambut arah kebijakan pemerintah ini, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menyatakan kesiapan penuh perusahaan untuk menjalankan program mandatori E10. Simon menegaskan bahwa Pertamina senantiasa mengambil langkah yang selaras dengan inisiatif pemerintah, khususnya dalam menjamin ketahanan energi nasional. Ia menyoroti keterlibatan Pertamina dalam pengembangan ekosistem biofuel, yang sudah dimulai dengan program B40 dan akan dilanjutkan dengan E10 pada tahun mendatang.
Sebagai langkah awal dan bukti komitmen, Pertamina saat ini telah menghadirkan produk E5, yaitu Pertamax Green 95, yang mengandung 5% etanol. Produk ini merupakan BBM non-PSO (non-penugasan pemerintah) dan menjadi uji coba pasar untuk bensin dengan kandungan etanol. Keberadaan Pertamax Green 95 menunjukkan kesiapan infrastruktur dan pasar dalam menyongsong kebijakan E10.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, sebelumnya telah menegaskan bahwa armada mobil di Indonesia sebetulnya telah kompatibel untuk menggunakan campuran etanol hingga 20% dalam BBM. Meskipun demikian, implementasi di Indonesia masih terbatas pada campuran 5%. Kebijakan ini disebabkan oleh pertimbangan pemerintah terkait ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri, seperti jagung dan tebu, yang menjadi fondasi utama produksi biofuel.
Berbeda dengan beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat yang telah lumrah menerapkan campuran etanol hingga 20% dalam BBM mereka, Indonesia secara bertahap menapaki jalur ini. Persetujuan mandatori E10 oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi penanda langkah signifikan Indonesia menuju kemandirian energi dan lingkungan yang lebih bersih, selaras dengan upaya global dalam mengurangi jejak karbon.
Ringkasan
Presiden Prabowo Subianto menyetujui kebijakan mandatori pencampuran etanol 10% (E10) ke dalam BBM. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan impor BBM. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa kebijakan E10 akan menciptakan BBM yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Pertamina menyatakan kesiapan untuk menjalankan program E10 dan telah memiliki produk E5 (Pertamax Green 95) sebagai uji coba pasar. Dirjen EBTKE menyatakan armada mobil di Indonesia kompatibel dengan campuran etanol hingga 20%, namun implementasi E10 mempertimbangkan ketersediaan bahan baku etanol seperti jagung dan tebu.