Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Gandeng Brasil Demi Sukseskan Program E10
Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengumumkan rencana menggandeng investor asal Brasil untuk mendukung ambisi pemerintah dalam menerapkan program mandatori E10 mulai tahun depan. Program ini mewajibkan pencampuran 10% etanol ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) yang beredar di pasaran.
Bahlil menekankan pentingnya transfer teknologi dari Brasil, negara yang sudah lebih dulu sukses mengimplementasikan pencampuran etanol dalam skala besar. “Sekarang program pencampuran etanol di Brasil sudah mencapai 30%, bahkan ada yang 100% di beberapa negara bagian. Kita akan berkolaborasi dengan produsen asal Brasil untuk mempercepat implementasi E10 di Indonesia,” ujarnya usai mendampingi penandatanganan nota kesepahaman di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (23/10).
Kerja sama dengan Brasil semakin diperkuat dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Pertambangan dan Energi Brasil terkait kerja sama di sektor energi dan pertambangan. Di saat yang bersamaan, PT Pertamina juga menjalin kemitraan dengan Fluxus Holding SA melalui penandatanganan nota kesepahaman untuk menjajaki peluang kerja sama di sektor energi.
Lebih lanjut, Chief Investment Officer Daya Anagata Nusantara, Pandu Patria Sjahrir, mengungkapkan bahwa PLN dan Pertamina berencana melakukan investasi di tiga sektor utama bersama pihak swasta Brasil, yaitu pangan, energi, dan pembangkit energi baru terbarukan. Nilai investasi yang digelontorkan diperkirakan mencapai US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 83,22 triliun. “Jenis bahan bakar berkelanjutan yang akan menjadi fokus investasi adalah etanol,” jelas Pandu.
E10 Sebaiknya Sukarela?
Namun, rencana implementasi mandatori E10 ini menuai tanggapan dari pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmi Rady. Ia menyarankan agar program E10 sebaiknya diterapkan secara sukarela, mencontoh program E5 yang sudah berjalan. Tujuannya adalah untuk menghindari potensi kenaikan harga BBM yang dapat membebani konsumen. “Yang penting implementasi program E10 tidak mengandung ‘pemaksaan’ pada konsumen. Biarkan E10 menjadi varian bahan bakar baru di pasar dan konsumen memilih,” kata Fahmi.
Di sisi lain, Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyatakan dukungan penuh terhadap pengembangan industri etanol nasional untuk mendukung program mandatori E10. Menurutnya, pelaku industri lokal telah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan produksi etanol sebagai bahan baku bensin nonsubsidi. “Saya kira pelaku industri etanol sudah menunjukkan niat peningkatan produksi itu,” pungkas Faisol saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
Ringkasan
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, berencana menggandeng investor Brasil untuk mendukung program mandatori E10 di Indonesia mulai tahun depan. Program ini mewajibkan pencampuran 10% etanol ke dalam BBM, dengan tujuan untuk belajar dari kesuksesan Brasil dalam implementasi serupa. Kerja sama ini diperkuat dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Pertambangan dan Energi Brasil, serta kemitraan antara PT Pertamina dengan Fluxus Holding SA.
Namun, rencana mandatori E10 ini menuai tanggapan, dengan pengamat ekonomi energi menyarankan agar implementasi dilakukan secara sukarela untuk menghindari potensi kenaikan harga BBM. Sementara itu, Wakil Menteri Perindustrian menyatakan dukungan penuh terhadap pengembangan industri etanol nasional untuk mendukung program E10, karena pelaku industri lokal telah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan produksi etanol.