
Seekor gajah ditemukan mati di antara tumpukan kayu yang terbawa banjir di Aceh, pada akhir November lalu. Bangkai gajah dalam posisi tertelungkup, kepala dan setengah badannya terkubur lumpur, kayu, dan material lainnya.
Banjir besar di Aceh merupakan dampak dari hantaman siklon tropis Senyar di Pulau Sumatra. Bencana ini tak hanya berdampak pada ribuan manusia, tapi juga berdampak pada satwa yang hidup di dalamnya.
Bencana hidrometeorologi ini menjadi ancaman tambahan bagi satwa yang sudah berada di ambang kepunahan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menjelaskan, menghangatnya perairan Indonesia sebagai bagian dari perubahan iklim membuat Indonesia tak lagi aman dari potensi siklon tropis, seperti yang telah melanda wilayah Sumatra.
Padahal, berdasarkan SK Direktur Jenderal KSDAE Nomor 180/IV-KKH/2015, 9 dari 25 spesies satwa prioritas nasional terancam punah berada di Sumatra.
“Hilangnya habitat karena ulah manusia itu dengan sendirinya membuat flora dan faunanya juga ikut menjadi korban,” kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Raden Wisnu Nurcahyo, dikutip dari laman resmi UGM.
Dalam catatan Buku Status Keanekaragaman Hayati Ekoregion Sumatra, terjadi penurunan luas tutupan hutan primer dan sekunder di wilayah tersebut, mencapai lebih dari 50% selama 30 tahun terakhir (1990-2021).
Tidak dapat dipungkiri, ini terjadi karena perubahan tata guna lahan menjadi pemukiman, pertanian dan perkebunan. Hutan lahan kering sekunder dan hutan rawa sekunder cenderung menurun, sementara lahan pertanian, sawah, perkebunan dan permukiman cenderung naik.
Total wilayah berhutan di Sumatra tersisa sekitar 37% dari total luas daratan Sumatra 473.481 km2. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan wilayah berhutan yang menjadi penyangga kehidupan seluruh makhluk hidup.