
Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi mencatat bahwa sebagian besar situs judi online alias judol yang ditangani, menggunakan infrastruktur Cloudflare.
Berdasarkan 10 ribu data sampling situs judol yang ditangani selama 1 – 2 November, lebih dari 76% di antaranya menggunakan layanan Cloudflare, termasuk untuk penyamaran alamat IP dan mempercepat perpindahan domain untuk menghindari pemblokiran konten.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Alexander Sabar menyampaikan temuan mengenai tingginya jumlah IP situs judi online atau judol yang berada di balik layanan Cloudflare telah disampaikan kepada perusahaan.
Komdigi juga telah memanggil Cloudflare untuk memberikan klarifikasi dan meminta komitmen agar segera melakukan pendaftaran sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.
Baca juga:
- Komdigi Ancam Blokir Cloudflare dan ChatGPT
- Apa Itu Cloudflare? Penyebab ChatGPT hingga BMKG Sempat Tak Bisa Diakses
- Komdigi Resmi Cabut Pembekuan Sementara TikTok, Ini Alasannya
“Pendaftaran PSE tidak hanya bersifat administratif, tetapi instrumen penting untuk memastikan kedaulatan digital Indonesia serta melindungi masyarakat dalam ekosistem digital yang sehat dan bertanggung jawab,” kata Alex dikutip dari keterangan pers, Rabu (19/11).
Tanpa status PSE yang sah, koordinasi dan penegakan terhadap konten terlarang seperti judol jadi lebih sulit dilakukan.
“Jika platform mengabaikan notifikasi dan tetap tidak melakukan pendaftaran, maka sanksi administratif hingga pemutusan akses dapat diterapkan sesuai ketentuan perundang-undangan,” Alex nenambahkan.
Cloudflare saat ini termasuk dalam daftar 25 platform global yang diminta segera mengurus pendaftaran PSE. Komdigi menyampaikan bahwa langkah penegakan dilakukan secara proporsional, mengingat banyak layanan publik maupun komersial yang bergantung pada infrastruktur Cloudflare.
Langkah itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberi kewenangan pemerintah untuk memutus akses terhadap informasi bermuatan terlarang.
Selain itu, merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (Pasal 96) dan Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat yang mewajibkan setiap penyelenggara sistem elektronik tunduk pada hukum Indonesia.
Komdigi menegaskan bahwa ruang kolaborasi selalu terbuka bagi platform global selama mereka menunjukkan itikad baik terkait kepatuhan dan perlindungan masyarakat digital.
“Kami terbuka dan selalu siap untuk kerja sama, tapi kepatuhan kepada peraturan dan undang-undang tetap jadi garis merah. Menjaga ruang digital Indonesia tetap bersih dan aman adalah tanggung jawab bersama,” kata dia.