Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, tetap memancarkan optimisme tinggi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia meyakini bahwa perekonomian nasional mampu mencapai target 5,4% pada tahun 2026, sebuah angka yang telah termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Optimisme ini didasari pada kesiapan pemerintah dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi konkret untuk mewujudkan target ambisius tersebut.
Untuk mencapai laju pertumbuhan yang diharapkan, Airlangga menggarisbawahi komitmen pemerintah dalam mengakselerasi pengembangan dua mesin ekonomi baru yang menjadi prioritas utama: ekonomi hijau dan ekonomi digital. Pernyataan tersebut disampaikan dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (3/12), menegaskan arah kebijakan strategis pemerintah ke depan.
Airlangga lebih lanjut menjelaskan bahwa optimisme ini bukan tanpa dasar. Sejumlah indikator positif yang menjanjikan sudah mulai terlihat sejak tahun 2025. Dengan pengelolaan yang cermat, ia menilai bahwa potensi risiko yang mungkin mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2026 telah berhasil terkelola dan terserap dengan baik di tahun berjalan. Bahkan, ia memprediksi bahwa pada tahun 2026, “risiko positif” atau peluang pertumbuhan akan jauh lebih dominan dibandingkan dengan tantangan negatif.
Mengingat visi besar Indonesia menuju tahun 2045, stabilitas dan konsistensi pertumbuhan ekonomi yang “on the track” setiap tahun menjadi sangat krusial. Tahun 2026 sendiri diperkirakan akan melanjutkan tren positif ini, didukung oleh beragam data ekonomi makro. Salah satu pilar penopang adalah aktivitas manufaktur Indonesia yang tetap ekspansif, tercermin dari Indeks PMI Manufaktur yang solid di angka 53,3 per November 2025. Bersamaan dengan itu, keyakinan konsumen juga menunjukkan penguatan signifikan, dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai 121,2 pada Oktober 2025.
Dukungan terhadap optimisme ini juga diperkuat oleh data pengeluaran rumah tangga yang terus menguat, sebagaimana terlihat dari Mandiri Spending Index yang menyentuh angka 312,8 per 26 Oktober 2025. Indikator lain yang tak kalah penting adalah pertumbuhan penjualan sepeda motor yang mencapai 8,4% secara tahunan (yoy) pada Oktober 2025, mengindikasikan daya beli masyarakat yang terjaga dan aktivitas ekonomi domestik yang dinamis.
Proyeksi Alternatif: Pandangan Berbeda dari Lembaga Internasional dan Domestik
Meski demikian, optimisme pemerintah akan pertumbuhan ekonomi 2026 ternyata tidak sepenuhnya diamini oleh sejumlah lembaga ekonomi, baik internasional maupun domestik. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), misalnya, menawarkan proyeksi yang lebih konservatif. Dalam laporannya, OECD memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia pada tahun 2026 hanya akan berada di level 5%.
Secara lebih rinci, dalam Laporan Economic Outlook Desember 2025, OECD menulis bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 5,0% untuk tahun 2025 dan 2026, sebelum sedikit meningkat menjadi 5,1% pada tahun 2027. Angka ini jelas di bawah target ambisius pemerintah.
Namun, laporan OECD juga menyoroti beberapa faktor positif yang dapat menjadi pendorong. Rendahnya inflasi di Indonesia, ditambah dengan kondisi keuangan yang membaik, diperkirakan akan memacu konsumsi domestik dan mendorong peningkatan investasi swasta. Di sisi lain, OECD juga mengeluarkan peringatan. Lembaga ini mengidentifikasi potensi perlambatan pertumbuhan ekspor, terutama di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global yang diperkirakan akan memberikan beban pada aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Senada dengan OECD, Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, dalam publikasinya Macro Economic Outlook 4Q 2025, juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2026 kemungkinan akan berada di bawah target yang ditetapkan pemerintah. Andry memproyeksikan potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2% untuk tahun tersebut.
Menurut Andry, proyeksi ini didorong oleh beberapa pilar utama: kuatnya konsumsi rumah tangga, berlanjutnya pemulihan investasi, serta penerapan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Andry menjelaskan bahwa berbagai program strategis yang digulirkan pemerintah diyakini akan memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan ke berbagai sektor. Terutama sektor manufaktur, industri pengolahan, dan sektor padat karya yang diharapkan menjadi lokomotif penggerak pertumbuhan.
Andry Asmoro juga menekankan bahwa keberlanjutan optimisme terhadap pemulihan ekonomi sangat bergantung pada efektivitas koordinasi kebijakan yang terus berjalan. Sinergi yang erat antara pemerintah, regulator, dan pelaku industri dinilai sebagai faktor kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, memperkuat produktivitas nasional, dan membuka ruang bagi akselerasi pertumbuhan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.
Ringkasan
Pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai target 5,4% pada tahun 2026, didorong oleh pengembangan ekonomi hijau dan digital. Optimisme ini didukung oleh indikator positif seperti PMI Manufaktur yang ekspansif, keyakinan konsumen yang menguat, dan pengeluaran rumah tangga yang meningkat. Stabilitas pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dianggap krusial untuk mencapai visi Indonesia 2045.
Namun, proyeksi lembaga internasional seperti OECD dan ekonom Bank Mandiri lebih konservatif, memperkirakan pertumbuhan sekitar 5,0-5,2% untuk tahun 2026. Faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan versi mereka termasuk konsumsi rumah tangga yang kuat, pemulihan investasi, dan kebijakan fiskal yang ekspansif, namun perlambatan ekspor dan ketegangan perdagangan global menjadi perhatian. Koordinasi kebijakan yang efektif menjadi kunci keberlanjutan pemulihan ekonomi.