Emas (XAU/USD) kembali menjadi sorotan di pasar keuangan global. Antisipasi pengurangan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) mendorong peningkatan minat terhadap logam mulia ini. Data ekonomi AS yang kurang menggembirakan, seperti klaim pengangguran dan data pekerjaan swasta ADP yang melemah, serta penurunan indeks harga produsen (PPI), semakin memperkuat spekulasi penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan The Fed berikutnya.
Ketidakpastian global, mulai dari dinamika sektor keuangan dan politik hingga pergeseran di pasar tenaga kerja, telah menjadikan emas sebagai aset safe haven yang menarik. Hal ini mendorong peningkatan permintaan dan berpotensi menaikkan harganya.
Andy Nugraha, Analis Dupoin Futures Indonesia, mengamati tren bullish pada harga emas. Analisis pola candlestick dan indikator Moving Average menunjukkan penguatan tren kenaikan ini. Ia memprediksi tren positif ini akan berlanjut hingga akhir pekan dan bahkan minggu depan, selama sentimen global tetap mendukung.
Jika tren bullish berlanjut, harga emas (XAU/USD) berpotensi mencapai US$ 3.700 (Rp 60,7 juta) per ounce pekan depan. Pelemahan dolar AS dan penurunan imbal hasil obligasi menjadi pendorong utama potensi kenaikan ini, menjadi target utama bagi pelaku pasar yang memanfaatkan momentum positif tersebut.
Baca juga:
- Target Saham Merdeka Copper (MDKA) di Tengah Lonjakan Harga Emas dan Sinyal IPO
- Harga Emas Tembus Rekor Tertinggi di Atas US$ 3.500 per Ons, Perak Ikut Melesat
- Ekspektasi Pemangkasan Bunga The Fed Dorong Rekor Baru Harga Emas
Meskipun demikian, potensi koreksi harga tetap ada. Andy Nugraha mengingatkan akan skenario pembalikan tren (reversal) yang dapat terjadi jika harga emas menembus titik kritis di US$ 3.430 (Rp 56,28 juta) per ounce. Jika hal ini terjadi, penurunan harga hingga US$ 3.350 (Rp 54,97 juta) per ounce pada minggu depan menjadi kemungkinan.
Data inflasi AS yang lebih tinggi dari ekspektasi dapat menjadi pemicu penurunan harga emas. Inflasi yang tinggi dapat membuat The Fed lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga. “Jika inflasi tetap tinggi, pasar mungkin harus mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga yang agresif, sehingga dolar AS bisa kembali menguat dan menekan harga emas,” jelas Andy.
Oleh karena itu, rilis data inflasi AS, baik CPI (Consumer Price Index) maupun PPI, serta laporan klaim pengangguran selanjutnya menjadi fokus utama pasar. Data-data ini akan sangat menentukan kebijakan The Fed dan memengaruhi pergerakan harga emas dalam jangka pendek. Andy menyarankan investor dan trader untuk terus memantau data makroekonomi AS untuk mengantisipasi pergerakan harga emas.
Ringkasan
Antisipasi penurunan suku bunga oleh The Fed dan data ekonomi AS yang lemah (klaim pengangguran, data ADP, dan PPI) mendorong peningkatan minat pada emas sebagai aset safe haven. Tren bullish diperkirakan berlanjut hingga minggu depan, dengan potensi harga emas mencapai US$ 3.700 per ounce, didorong pelemahan dolar AS dan penurunan imbal hasil obligasi.
Namun, potensi koreksi harga tetap ada. Jika harga emas menembus US$ 3.430 per ounce, penurunan hingga US$ 3.350 mungkin terjadi. Data inflasi AS yang tinggi dapat membuat The Fed ragu menurunkan suku bunga, sehingga menguatkan dolar AS dan menekan harga emas. Pemantauan data makroekonomi AS sangat penting untuk mengantisipasi pergerakan harga emas.