Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara menempatkan sebagian dananya di Surat Berharga Negara (SBN). Managing Director Treasury Danantara Indonesia Ali Setiawan menjelaskan, upaya ini merupakan bagian dari strategi diversifikasi untuk menjaga stabilitas dan likuiditas portofolio investasi nasional.
Menurut Ali, strategi ini bertujuan untuk menyeimbangkan antara investasi jangka panjang dan instrumen yang mudah dicairkan.
“Kalau kita menerima dana 100, tentu tidak semuanya langsung digunakan untuk proyek berisiko tinggi. Sebagian perlu disimpan di instrumen yang likuid agar bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu,” ujar Ali seperti dikutip dari Antara, Senin (20/10).
Ali mengatakan, portofolio Danantara Indonesia ke depan akan terbagi ke dalam dua kategori utama, di antaranya private investment atau investasi langsung, dan public investment atau investasi di pasar modal.
“Misalnya 60-70% digunakan untuk membangun proyek strategis, sedangkan 30-40% ditempatkan pada aset likuid seperti SBN,” ujar Ali.
Menurutnya, pendekatan ini penting agar Danantara Indonesia tetap memiliki ruang fleksibilitas dalam menyalurkan pendanaan ke proyek-proyek prioritas, tanpa mengorbankan likuiditas jangka pendek.
Ia mengatakan bahwa porsi cadangan juga menjadi penopang stabilitas pasar modal domestik.
Ia menekankan bahwa Danantara Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda dari Sovereign Wealth Fund (SWF) di negara lainSumber pendanaan Danantara Indonesia murni berasal dari dividen BUMN dan sepenuhnya dalam mata uang rupiah, bukan dari hasil ekspor komoditas atau cadangan devisa.
“Pendanaan kami seluruhnya bersumber dari dividen BUMN dan dalam rupiah. Jadi sifatnya lebih domestik, tidak seperti Sovereign Fund yang berasal dari hasil minyak atau dollar,” ujar Ali.
Ali menjelaskan bahwa sekitar 60% alokasi investasi langsung diarahkan ke proyek- proyek berskala besar, kompleks, serta berdampak jangka panjang. Sedangkan sebagian lainnya akan dialokasikan untuk quick win pipelines yang melibatkan kerja sama dengan sektor swasta.
Adapun, delapan sektor yang menjadi fokus utama Danantara Indonesia, di antaranya hilirisasi, energi (termasuk energi terbarukan), kesehatan, dan teknologi.
Ali memastikan, beberapa proyek telah melalui tahap studi kelayakan dan tengah dimatangkan bersama pemerintah daerah, kementerian, serta mitra internasional.
Salah satu proyek yang tengah dipertimbangkan adalah Waste to Energy (WtE), yang dinilai relevan dengan kebutuhan pengelolaan sampah perkotaan dan transisi menuju energi bersih.
“Proyek-proyek ini membutuhkan waktu. Misalnya pembangunan hydropower plant saja bisa empat hingga lima tahun. Karena itu, ekspektasi hasil harus realistis,” ujar Ali.
Ali menegaskan bahwa kombinasi investasi langsung dan pasar modal akan memberikan multiplier effect besar bagi perekonomian, terutama dari sisi energi, pangan, dan kapital nasional.
“Kami memastikan investasi yang dilakukan bukan hanya terlihat di atas kertas, tetapi benar-benar memberi manfaat jangka panjang bagi masyarakat,” ujar Ali.