Presiden Prabowo Subianto tengah menginisiasi langkah strategis untuk memperkuat masa depan sumber daya manusia Indonesia melalui peningkatan signifikan anggaran beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Sumber dana tambahan ini akan dialokasikan dari hasil efisiensi anggaran negara serta pemanfaatan aset sitaan yang telah diserahkan kepada pemerintah.
Gagasan penting ini disampaikan oleh Prabowo kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam agenda Sidang Kabinet Paripurna yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (20/10). Sidang tersebut secara khusus membahas evaluasi capaian kinerja pemerintahan selama satu tahun terakhir. Sebagai contoh konkret, Prabowo merujuk pada potensi dana sebesar Rp 13 triliun yang baru-baru ini diserahkan oleh Kejaksaan Agung kepada Menteri Keuangan, berasal dari pengembalian korporasi dalam kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Dana tersebut, menurutnya, dapat dialihkan sebagian untuk mendukung program LPDP.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prabowo menegaskan bahwa prioritas utama penyaluran beasiswa LPDP ke depan akan difokuskan pada pendidikan kedokteran. Langkah krusial ini diambil menyusul kondisi darurat di mana Indonesia masih menghadapi defisit signifikan tenaga medis, diperkirakan mencapai 140 ribu dokter umum dan 70 ribu dokter spesialis. Situasi ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan penambahan kapasitas dan kualitas tenaga medis di tanah air.
Kekurangan dokter, kata Prabowo, bukan hanya tantangan domestik, melainkan juga isu global yang diperparah oleh kebijakan negara-negara maju. Negara-negara seperti Jerman, Eropa Barat, dan Amerika Serikat secara agresif menarik tenaga medis dari berbagai penjuru dunia dengan penawaran gaji yang sangat tinggi. Hal ini menciptakan dilema serius bagi negara berkembang seperti Indonesia, sehingga menuntut penyesuaian fundamental pada kebijakan pendidikan nasional agar selaras dengan kebutuhan dan persaingan global.
Untuk mengatasi krisis tenaga medis ini secara komprehensif, Presiden Prabowo juga merencanakan serangkaian aksi nyata. Ini meliputi penambahan jumlah fakultas kedokteran baru serta perluasan kapasitas penerimaan mahasiswa di fakultas yang sudah eksis. Selain itu, pemerintah akan terus menggenjot ketersediaan beasiswa khusus untuk pendidikan kedokteran, demi menjamin suplai dokter di masa mendatang. Sebelumnya, Prabowo bahkan telah mengumumkan komitmennya untuk membuka 148 program studi baru — terdiri dari 125 prodi spesialis dan 23 prodi sub-spesialis — serta 57 fakultas kedokteran pada tahun ini, sebagai upaya percepatan penutupan kesenjangan jumlah dokter di Indonesia.
Dengan laju saat ini, Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 12 ribu dokter umum dan 2.700 dokter spesialis setiap tahunnya. Prabowo mengungkapkan, jika tren ini berlanjut, dibutuhkan waktu hingga 35 tahun hanya untuk menutupi kekurangan 70 ribu dokter spesialis. “Selama 35 tahun baru terisi 70 ribu, maka dokter yang sekarang sudah tidak ada,” tegas Prabowo, menyoroti urgensi situasi ini. “Jadi kita harus berupaya dengan langkah-langkah yang tidak normatif.” Pernyataan visioner ini disampaikan Presiden Prabowo saat peresmian Gedung Layanan Terpadu dan Institut Neurosains Nasional di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) Mahar Mardjono, Cawang, Jakarta Timur, pada Selasa (26/8), menggarisbawahi komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan kesehatan yang krusial.