Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, tengah merancang langkah ambisius untuk masa depan perekonomian Indonesia. Ia berencana mengusulkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2025–2029, di mana salah satunya adalah RUU tentang Perubahan Harga Rupiah atau yang dikenal sebagai Redenominasi. Inisiatif ini bertujuan untuk menyederhanakan pecahan mata uang, misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1, sebuah langkah yang diyakini dapat membawa dampak positif signifikan.
Rencana penting ini secara gamblang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029. Berdasarkan PMK tersebut, RUU Redenominasi ini ditargetkan dapat rampung sepenuhnya pada tahun 2027. Peraturan ini sendiri telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Purbaya sejak 10 Oktober dan diundangkan pada 3 November 2025, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menggarap program legislasi ini.
Dalam dokumen PMK yang sama, terdapat empat urgensi utama yang mendasari pembentukan RUU Redenominasi. Pertama, redenominasi diharapkan dapat mewujudkan efisiensi perekonomian melalui peningkatan daya saing nasional. Kedua, kebijakan ini dirancang untuk menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional di tengah dinamika global. Ketiga, redenominasi bertujuan untuk memelihara nilai rupiah yang stabil, sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat. Keempat, tidak kalah penting, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas rupiah di mata internasional dan domestik.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) sejatinya telah menyiapkan rencana redenominasi ini sejak lama. Namun, implementasinya selalu dipertimbangkan secara matang, terutama dengan memperhatikan tiga faktor krusial, salah satunya adalah masih tingginya tekanan eksternal yang memengaruhi kondisi perekonomian global. Hal ini ditegaskan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo pada Juni 2023, yang menyatakan, “Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, masalah desain dan tahapan-tahapannya, itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya.”
Perry Warjiyo lebih lanjut menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang selalu menjadi pertimbangan bank sentral dalam mengimplementasikan kebijakan redenominasi. Pertama, kondisi makro ekonomi nasional harus dalam keadaan yang sangat baik. Kedua, stabilitas kondisi moneter dan sistem keuangan wajib terjaga. Ketiga, kondisi sosial dan politik di Indonesia harus kondusif dan mendukung penuh pelaksanaan kebijakan strategis ini.
Mengingat berbagai pertimbangan tersebut, BI menilai bahwa momentum yang tepat untuk redenominasi perlu mempertimbangkan kondisi terkini, khususnya terkait efek rambatan dari eksternal, seperti pelemahan ekonomi global. “Demikian juga stabilitas sistem keuangan kita kan kondisinya stabil, tetapi ketidakpastian global masih ada, sabar,” pungkas Gubernur BI Perry Warjiyo, menggarisbawahi kehati-hatian dalam menentukan waktu pelaksanaan.
Ringkasan
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan sedang merencanakan RUU Redenominasi Rupiah, yang bertujuan menyederhanakan pecahan mata uang, misalnya mengubah Rp 1.000 menjadi Rp 1. RUU ini diharapkan selesai pada tahun 2027 dan dianggap penting untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, menjaga kesinambungan perkembangan ekonomi, memelihara nilai rupiah, dan meningkatkan kredibilitas rupiah secara internasional dan domestik.
Bank Indonesia (BI) telah menyiapkan rencana redenominasi sejak lama, namun pelaksanaannya mempertimbangkan kondisi makro ekonomi nasional yang harus baik, stabilitas moneter dan sistem keuangan yang terjaga, serta kondisi sosial dan politik yang kondusif. Gubernur BI menekankan perlunya kehati-hatian dan pertimbangan terhadap efek rambatan dari eksternal seperti pelemahan ekonomi global dalam menentukan waktu pelaksanaan redenominasi.