Sponsored

Raja Rondahaim: Napoleon dari Batak, Profil Pahlawan Nasional

Pada peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara, Senin (10/11), Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Rondahaim Saragih Garingging dari Sumatera Utara. Penganugerahan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 116 TK Tahun 2025, mengukuhkan kiprah heroik sang pejuang dalam sejarah bangsa.

Sponsored

Nama Rondahaim Saragih memang tak asing dalam catatan perjuangan kemerdekaan. Merujuk pada karya ilmiah Edo Bastian Silalahi berjudul Biografi Raja Rondahaim Saragih Sebagai Tokoh Penentang Pemerintah Kolonial Belanda di Kerajaan Raya (1828-1891), ia dikenal sebagai pahlawan perjuangan bersenjata yang dijuluki Napoleon dari Batak. Gelar prestisius ini disematkan kepadanya berkat keberanian dan keteguhannya menentang upaya penjajahan Belanda atas seluruh wilayah Simalungun.

Lahir pada tahun 1828 di Huta Sinondang, kawasan Pematang Raya, Simalungun, Rondahaim Saragih adalah raja ke-14 dari Kerajaan Raya. Kerajaan yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Simalungun ini merupakan pusat kekuasaan yang menjadi fondasi perjuangannya.

Meski terlahir dalam keterbatasan ekonomi, kondisi tersebut justru menempa Rondahaim menjadi pribadi yang kuat, bermental baja, pantang menyerah, dan berjiwa pemimpin sejati. “Hal tersebut kemudian menjadikan Raja Rondahaim Saragih sebagai sosok seorang pemimpin yang berani,” sebagaimana diungkapkan Edo Bastian Silalahi dalam penelitiannya, menunjukkan karakter kepemimpinan yang telah terbentuk sejak dini.

Sejak usia 17 tahun, Rondahaim mendalami ilmu pemerintahan dan strategi kepemimpinan dengan berguru kepada Raja Padang, Tengku Muda (Muhammad Nurdin), yang masih memiliki garis keturunan Saragih Garingging. Masa pembelajaran ini membekalinya dengan wawasan dan keterampilan yang krusial untuk memimpin kerajaannya kelak.

Pada usia 20 tahun, tepatnya tahun 1848, Rondahaim Saragih diangkat menjadi raja Kerajaan Raya. Sebelum penobatannya, ia telah dikenal luas sebagai panglima perang kerajaan yang disegani, berkat keberaniannya yang luar biasa dalam memimpin pasukan di medan laga.

Hubungan harmonis terjalin antara Kerajaan Raya dan Kerajaan Padang pada masa itu. Rondahaim bahkan menunjukkan kapasitas militernya dengan membantu Raja Padang mengusir serangan dari Kesultanan Deli yang berambisi menguasai wilayah tersebut. Ini menunjukkan kematangan strategisnya jauh sebelum ia berhadapan langsung dengan Belanda.

Sebagai seorang pemimpin, Rondahaim Saragih memiliki strategi militer dan diplomasi yang sangat kuat. Kemampuannya menggerakkan pasukan bukan hanya di seluruh wilayah Simalungun, melainkan juga hingga ke perbatasan Asahan, Deli, dan Tanah Karo, menegaskan pengaruh dan jangkauan kepemimpinannya.

Memasuki tahun 1865, Belanda memulai ekspansinya ke Sumatera Timur, menjadikan Simalungun sebagai target utama karena kekayaan sumber daya alamnya, terutama potensi perkebunan yang melimpah. Setelah berhasil menaklukkan Serdang, Deli, dan Asahan, Belanda pun berupaya keras memperluas cengkeramannya ke Simalungun.

Menyadari ancaman besar tersebut, Rondahaim Saragih segera mengambil langkah strategis. Ia menggalang aliansi antar-kerajaan di Simalungun dan menjalin kerja sama erat dengan Sisingamangaraja XII sejak tahun 1884. Kedua tokoh ini dipersatukan oleh semangat yang sama: menolak keras kekuasaan kolonial Belanda dan mempertahankan kedaulatan tanah leluhur mereka.

Dalam persiapan perlawanan, Rondahaim memerintahkan para pandai besi untuk memproduksi senjata dan melatih pasukan berkuda dengan disiplin tinggi. Ia juga mengorganisir rakyat untuk bersama-sama melindungi wilayah mereka. Kegigihan perlawanan ini membuat Belanda kewalahan menaklukkan Simalungun, hingga akhirnya menjulukinya Napoleon der Bataks – sebuah pengakuan atas kecakapan militernya yang luar biasa.

Perlawanan heroik Rondahaim Saragih bukan hanya bersifat lokal, tetapi juga menjelma menjadi simbol perjuangan rakyat Sumatera Utara secara keseluruhan melawan kolonialisme. Sepanjang masa pemerintahannya, ia berhasil mempertahankan kedaulatan Kerajaan Raya serta menjaga stabilitas sosial dan ekonomi di wilayahnya, meninggalkan warisan keberanian yang kini diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Ringkasan

Rondahaim Saragih Garingging dari Sumatera Utara dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto. Ia dikenal sebagai “Napoleon dari Batak” karena keberaniannya menentang penjajahan Belanda di Simalungun. Rondahaim adalah raja ke-14 Kerajaan Raya dan sejak muda telah menunjukkan jiwa kepemimpinan yang kuat.

Sebagai raja, Rondahaim memiliki strategi militer dan diplomasi yang handal, menggalang aliansi antar-kerajaan di Simalungun dan bekerja sama dengan Sisingamangaraja XII. Ia memimpin perlawanan sengit terhadap Belanda, hingga dijuluki Napoleon der Bataks. Perjuangannya mempertahankan kedaulatan Kerajaan Raya menjadikannya simbol perlawanan terhadap kolonialisme di Sumatera Utara.

Sponsored