Sponsored

Pertamina Untung Besar: Pengacara Bantah Kerugian Negara Rp 285 Triliun

Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 di PT Pertamina (Persero) serta subholding-nya, termasuk Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kembali digelar pada Kamis (13/11).

Sponsored

Sidang tersebut menghadirkan tiga saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum, yaitu Alfian Nasution, Elia Massa Manik, dan Nicke Widyawati.

Saksi Alfian Nasution, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode 2021–2023, bersama dua mantan Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik (periode 2017–April 2018) dan Nicke Widyawati (April 2018–November 2024).

Tim Penasehat Hukum terdakwa, yang mewakili Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Edward Corne, menyatakan bahwa selama periode 2022–2023 Pertamina Patra Niaga mencatat kinerja yang kuat. 

Baca juga:

  • Prospek Saham BUMI Menguat Usai Kuasai Penuh Tambang Emas Raksasa di Australia
  • IHSG Diramal Turun, Analis Jagokan Saham ARCI, TINS hingga ADRO
  • PLN Operasikan Smart Microgrid Berbasis Energi Hijau di Nusa Penida Bali

Koordinator Tim Penasehat Hukum Luhut M. P. Pangaribuan juga menepis adanya kerugian negara sebesar Rp 285 triliun, karena perusahaan justru meraih laba miliaran dolar AS.

Luhut menyampaikan keterangan Alfian Nasution bahwa selama Riva Siahaan menjabat sebagai Direktur Utama maupun Direktur Pemasaran Pusat & Niaga, Maya Kusmaya sebagai VP Trading & Other Business maupun Direktur Pemasaran Pusat & Niaga, dan Edward Corne sebagai Manager Product Trading maupun VP Trading & Other Business, perusahaan berhasil mencatat kinerja yang kuat.

Pertamina Patra Niaga tercatat memperoleh laba sekitar US$ 1,4 miliar pada 2022 dan US$ 1,2 miliar pada 2023. Sebagian besar laba tersebut berasal dari penjualan Solar Industri, di mana 90% keuntungan dihasilkan dari segmen ini.

“Menurut Nicke Widyawati, pada periode para terdakwa menjabat di Pertamina Patra Niaga terdapat pencapaian keuntungan tertinggi sepanjang sejarah Pertamina,” ujar Luhut kepada Katadata.co.id, Jumat (14/11).

Impor Untuk Atasi Keterbatasan Kilang

Ia menjelaskan bahwa impor BBM diperlukan karena produksi dalam negeri tidak mencukupi akibat keterbatasan kapasitas kilang. Pertamina Patra Niaga melaksanakan impor sesuai hasil Rapat Optimasi Hilir yang dikoordinir oleh Pertamina Holding.

Selain itu, tidak ada perlakuan istimewa kepada daftar mitra usaha terseleksi (DMUT) atau supplier BBM, karena komunikasi dilakukan secara terbuka kepada semua peserta tender.

Dia menambahkan bahwa Tim trading Pertamina Patra Niaga bahkan berhasil mengoptimalkan biaya pengadaan impor, sehingga negara mendapatkan harga murah dan melakukan penghematan.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi tersebut, menurut Luhut, seharusnya Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Edward Corne tidak dijadikan terdakwa pada kasus korupsi ini.

Bahkan perusahaan berhasil melakukan penghematan besar dalam pengadaan BBM impor dan memperoleh keuntungan miliaran dolar dari penjualan Solar Industri, sehingga tidak ada kerugian ratusan triliun seperti yang didakwakan jaksa.

Hal ini sejalan dengan pertanyaan salah satu hakim pada persidangan. “Jika memang tidak terdapat kesalahan apapun, mengapa ada persidangan ini?”

Hakim Tolak Nota Keberatan Terdakwa

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menolak eksepsi atau nota keberatan mantan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, dan kawan-kawan.

Dengan keputusan ini, sidang kasus dugaan korupsi berlanjut ke tahap pembuktian dan pemeriksaan saksi-saksi.

“Mengadili, menyatakan keberatan dari penasihat hukum Terdakwa Riva Siahaan tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/11).

Sponsored