Sponsored

BI Turunkan Suku Bunga Kredit Lebih Cepat? Ini Dampaknya!

Babaumma – , JAKARTA – Gelontoran insentif likuiditas Bank Indonesia (BI) dinilai dapat menjadi tenaga tambahan bagi sektor perbankan untuk mempercepat penyaluran kredit.

Sponsored

Kebijakan itu dinilai dapat memperkuat upaya BI dalam mendorong pertumbuhan kredit dan mempercepat transmisi penurunan suku bunga acuan ke sektor riil.

CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menyampaikan, meski BI telah memangkas suku bunga acuan hingga 150 basis poin sejak September 2024, penurunan bunga kredit masih terbatas. Idealnya, kata dia, bunga kredit turun sekitar 45 bps atau 30% dari 150 bps. 

: Realisasi Insentif Likuiditas BI Rp393 Triliun, Bank Swasta Terima Paling Besar

Dia mengharapkan adanya insentif yang mulai berlaku 1 Desember 2025 itu, elastisitas antara BI Rate dan suku bunga kredit, yang saat ini baru sekitar 30%, dapat meningkat sehingga penyaluran kredit lebih optimal.

“Jadi mudah-mudahan dengan insentif daripada Bank Indonesia ini elastisitas daripada suku bunga kredit kepada BI rate itu akan tercapai juga seperti yang diharapkan,” kata Batara di sela-sela forum Citi Data Centre Day 2025, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

: : Berlaku 1 Desember 2025, BI Ungkap Perbedaan Insentif Likuiditas KLM Baru vs Lama

Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menambahkan pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang membantu memperbaiki rasio likuiditas perbankan positif untuk prospek pemulihan dari pertumbuhan kredit. 

“Karena kita melihatnya selain ada faktor demand side yang menghambat pertumbuhan kredit, juga ada faktor supply side yaitu faktor likuiditas rasio di perbankan yang memang cenderung lebih tight,” tutur Helmi. 

: : BI Rilis Kebijakan Insentif Likuiditas Baru demi Kerek Kredit, Berlaku 1 Desember 2025

Perlu Ada Mekanisme KPI dan Clawback

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menilai kebijakan baru BI terkait KLM berbasis komitmen merupakan langkah yang progresif, karena berorientasi forward-looking dengan memberikan insentif di muka kepada bank yang berjanji menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

Kendati begitu, dia menilai efektivitasnya masih bergantung pada disiplin implementasi khususnya penetapan indikator kinerja (KPI) yang terukur, mekanisme clawback bagi bank yang gagal memenuhi komitmen, serta pengawasan agar tidak terjadi moral hazard dalam bentuk over-commitment tanpa realisasi kredit yang berkualitas.

“Tanpa pengawasan yang ketat, kebijakan ini berisiko menjadi sekadar ‘window dressing’ dan tidak jauh berbeda dengan skema sebelumnya yang berbasis realisasi kredit,” kata Rizal kepada Bisnis, Senin (27/10/2025).

Menurutnya, BI perlu menegakkan mekanisme KPI dan clawback secara tegas per kuartal, menautkan besaran insentif dengan kecepatan dan kedalaman penurunan bunga kredit, serta memastikan transparansi bank penerima dan realisasi penyaluran kredit.

Selain itu, integrasi dengan stimulus fiskal sektoral perlu diperkuat agar mendorong sisi permintaan, bukan hanya memperlonggar likuiditas di sisi penawaran. 

“Jika disiplin kebijakan ini dijalankan secara konsisten, skema KLM berbasis komitmen dapat menjadi policy innovation yang efektif dalam mempercepat pemulihan intermediasi perbankan tanpa mengorbankan stabilitas makroekonomi,” pungkasnya. 

Ketentuan Baru BI

Sebagaimana diketahui, BI akan menerbitkan ketentuan baru terkait KLM yang berlaku efektif 1 Desember 2025. Deputi Gubernur BI Juda Agung menyampaikan dalam ketentuan KLM saat ini, BI akan memberikan insentif jika bank telah menyalurkan kredit (backward looking). 

Untuk ketentuan KLM terbaru, BI akan memberikan insentif di muka kepada bank-bank yang berkomitmen menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas (forward looking). 

“Apa bedanya dengan yang dulu? Kalau yang dulu, realisasi dulu baru diberi insentif, sekarang komitmen ke depan akan diberi insentif,” kata Juda dalam konferensi pers Hasil RDG BI, Rabu (22/10/2025). 

Kendati begitu, bank wajib mengembalikan insentif jika tidak menyalurkan kredit sesuai yang dijanjikan. Selain itu, bank tersebut juga akan mendapat penalti dari BI.

Mulai 1 Desember 2025, otoritas moneter memperkuat KLM berbasis kinerja dan berorientasi ke depan, melalui insentif kepada bank atas komitmennya dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia (interest rate channel).

Penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu terdiri atas pertanian, industri, dan hilirisasi; jasa, termasuk sektor kreatif; konstruksi, real estate, dan perumahan; dan/atau UMKM, koperasi, inklusi, dan berkelanjutan. 

Insentif KLM yang dapat diterima bank terdiri dari insentif lending channel yakni paling tinggi sebesar 5% dari dana pihak ketiga (DPK) dan insentif interest rate channel yakni paling tinggi sebesar 0,5% dari DPK. Dengan demikian, total insentif yang diterima paling tinggi sebesar 5,5% dari DPK. 

Besaran insentif yang diberikan kepada bank pada lending channel juga memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya.

Kemudian, pengukuran insentif suku bunga kredit/pembiayaan (interest rate channel) didasarkan pada tingkat kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan BI.

Sponsored