Sponsored

Bos BI Buka Suara soal Data Dana Pemda yang Mengendap di Bank

Jakarta, IDN Times – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan, data dana pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan bersumber dari laporan resmi masing-masing Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Sponsored

Pernyataan ini sekaligus menanggapi polemik perbedaan data antara pemerintah pusat dan daerah.

“Kalau data rekening Pemda di BPD, kami menerima dari BPD itu sendiri. Laporan ini kemudian kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (12/11/2025).

1. Awal mula polemik dana pemda mengendap di bank

Polemik ini sebelumnya mencuat ketika Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuka data dana Pemprov Jabar yang disebut-sebut mengendap di bank sebesar Rp4,17 triliun.

Pemeriksaan internal kemudian menunjukkan tidak ada dana tersebut yang tersimpan dalam bentuk deposito.

2. Data simpanan yang mengendap berasal dari BI

Sementara itu, Menkeu Purbaya menekankan, data simpanan Pemda di perbankan berasal dari BI.

“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Harusnya dia mencari kemungkinan anak buahnya juga bisa keliru melaporkan. Data ini bersumber dari laporan perbankan,” kata Purbaya.

3. Total dana pemda yang mengendap di bank capai Rp233 triliun

Perbedaan data dana pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan antara Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) disebabkan oleh perbedaan waktu pencatatan.

Berdasarkan catatan BI, total dana Pemda yang tersimpan di perbankan hingga 30 September 2025 mencapai Rp233 triliun, dengan Provinsi Jawa Barat (Jabar) tercatat memiliki simpanan sebesar Rp4,17 triliun.

Sementara itu, data Kemendagri menunjukkan angka yang sedikit berbeda. Hingga 17 Oktober 2025, dana mengendap milik seluruh Pemda di perbankan tercatat Rp215 triliun, termasuk Rp2,67 triliun milik Pemprov Jabar.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan, perbedaan data tersebut semata-mata disebabkan oleh perbedaan waktu pembacaan dan pembaruan data antara BI dan Kemendagri.

“Misalnya, dana Pemprov Jabar sebesar Rp4,1 triliun per Agustus 2025 terdiri dari Rp3,8 triliun milik pemerintah daerah dan Rp300 miliar milik Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Namun ketika dicek kembali per akhir September 2025, jumlahnya berkurang menjadi Rp2,3 triliun karena sebagian sudah dibelanjakan,” ujar Tito.

Menurutnya, perbedaan waktu pengambilan data juga menyebabkan variasi pada laporan antarinstansi.

“Jadi otomatis berbeda karena waktunya berbeda. Uang sudah terpakai sebagian. Sama halnya dengan data dari Kementerian Keuangan dan BI yang menunjukkan Rp2,33 triliun, itu pun bergantung pada periode Agustus–September,” jelas Tito.

Tito menegaskan bahwa Kemendagri terus mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi belanja, agar dana mengendap di perbankan tidak terlalu besar menjelang akhir tahun anggaran.

Sponsored