
Kehadiran Danantara telah membangkitkan harapan besar sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia. Pemerintah menaruh harapan pada lembaga ini untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan memberantas kemiskinan ekstrem. Strateginya adalah menjadikan Danantara sebagai instrumen pembiayaan nasional yang mumpuni, mampu memperkuat hilirisasi industri tanpa menggantungkan diri pada investasi asing.
Namun, rencana Danantara untuk mengalokasikan sebagian dananya ke pasar modal memicu beragam opini di kalangan publik. Beberapa pelaku industri mempertanyakan efektivitas langkah ini dalam mendukung agenda hilirisasi. Kekhawatiran utama adalah orientasi investasi yang terlalu finansial, sehingga dampaknya kurang dirasakan langsung oleh proyek-proyek industri strategis. Di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa langkah ini wajar sebagai strategi menjaga likuiditas dan mempersiapkan ekosistem investasi sebelum proyek-proyek industri siap menerima pendanaan.
Perdebatan ini menyoroti bahwa ekspektasi terhadap Danantara tidak hanya terbatas pada tata kelola dana yang baik, tetapi juga pada kemampuannya mewujudkan industrialisasi yang berdaulat dan berkelanjutan melalui hilirisasi.
Harapan atas Lahirnya Motor Industrialisasi Baru
Sejumlah pengamat ekonomi mengkhawatirkan gejala deindustrialisasi yang tengah menghantui Indonesia. Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus merosot, dari sekitar 27% di awal tahun 2000-an menjadi di bawah 19% dalam beberapa tahun terakhir. Ketergantungan pada impor bahan baku, produk antara, produk hilir, komponen, serta teknologi produksi semakin meningkat. Sementara itu, kapasitas manufaktur domestik tumbuh lebih lambat dibandingkan kebutuhan pembangunan, bahkan terpinggirkan oleh serbuan produk impor.
Baca juga:
* Danantara: Belum Ada Emiten Lokal yang Mampu Garap Proyek Pembangkit Sampah PSEL
* Danantara Targetkan Tujuh PLTSa Beroperasi April 2026, Diminati Investor Asing
* Garuda Butuh 7 Tahun untuk Dapat Pesawat Baru, Danantara Buka Suara
Kebijakan hilirisasi sumber daya alam memang telah mendorong peningkatan ekspor, namun belum cukup memperkuat industri antara, industri produk akhir, manufaktur komponen, dan industri hilir. Selain itu, hilirisasi yang ada saat ini masih terbatas pada jenis sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Sumber daya yang tidak dimiliki, padahal penting bagi rantai pasok industri global, belum menjadi fokus pengembangan.
Akibatnya, perluasan nilai tambah industri masih terbatas pada tahap pengolahan awal dan belum menghasilkan diversifikasi produk industri yang signifikan. Kondisi ini menegaskan pentingnya kehadiran instrumen kebijakan yang mampu mengonsolidasikan pembiayaan, aset, dan arah investasi industri dalam satu kerangka strategis. Di tengah meningkatnya proteksionisme global dan persaingan teknologi, kebutuhan akan lembaga yang dapat memperkuat koordinasi investasi di sektor industri strategis menjadi semakin mendesak.
Dalam konteks inilah, kehadiran lembaga investasi strategis seperti Danantara menjadi relevan dan krusial. Lembaga ini diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara potensi sumber daya yang dimiliki dengan kebutuhan pembangunan industri yang lebih luas. Tidak hanya mendorong hilirisasi yang lebih mendalam hingga ke tahap industri hilir dan produk akhir, tetapi juga memperluas cakupan hilirisasi ke sektor-sektor yang tidak bergantung langsung pada sumber daya alam.
Dengan demikian, arah pembangunan industri tidak hanya berfokus pada pengolahan komoditas yang tersedia, tetapi juga pada penguasaan rantai pasok, teknologi, dan inovasi di sektor-sektor yang selama ini belum tersentuh hilirisasi. Melalui peran tersebut, Danantara berpotensi menjadi katalis yang mengarahkan kebijakan hilirisasi menuju tahap industrialisasi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.
Polemik Penempatan Dana
Rencana penempatan sebagian dana Danantara di pasar modal memunculkan pertanyaan mengenai keseimbangan antara penempatan dana di instrumen pasar keuangan dan kebutuhan investasi produktif yang mendukung pembangunan industri.
Sejumlah ekonom berpendapat bahwa peran Danantara sebaiknya tidak hanya terbatas pada fungsi stabilisasi likuiditas pasar, melainkan diarahkan untuk memperkuat kegiatan ekonomi riil. Penempatan dana Danantara di pasar modal dalam jangka pendek memang dapat memberikan manfaat bagi stabilitas sistem keuangan, tetapi dikhawatirkan tidak serta-merta berdampak pada penguatan sektor-sektor produktif. Dalam konteks inilah, arah pembiayaan Danantara menjadi sangat penting untuk memastikan agar lembaga ini benar-benar berfungsi sebagai instrumen yang menggerakkan pengembangan industri nasional dan penciptaan nilai tambah di dalam negeri.
Pengalaman dari berbagai negara lain menunjukkan bahwa lembaga investasi negara dapat menjadi katalis penting dalam mendorong industrialisasi. Temasek Holdings di Singapura, Khazanah Nasional di Malaysia, dan Mubadala di Uni Emirat Arab adalah contoh bagaimana dana publik dapat diarahkan tidak hanya untuk menghasilkan imbal hasil finansial, tetapi juga untuk memperkuat basis industri strategis dan mendorong diversifikasi ekonomi nasional. Temasek memperluas portofolionya ke bidang logistik, rantai pasok, dan teknologi; Khazanah berperan dalam membangun manufaktur energi dan penerbangan; sementara Mubadala menjadi motor transformasi industri UEA melalui investasi besar di aluminium, energi baru, dan teknologi tinggi.
Ketiga lembaga tersebut beroperasi secara profesional namun tetap berpegang pada arah pembangunan nasional yang jelas. Pola ini menunjukkan bahwa ukuran keberhasilan lembaga investasi negara tidak hanya terletak pada tingkat keuntungan yang dihasilkan, tetapi juga pada kemampuannya memperkuat daya saing industri, mendorong diversifikasi ekonomi, dan membangun kapasitas teknologi dalam negeri. Dalam konteks ini, Danantara memiliki peluang untuk mengambil peran serupa, dengan menyesuaikan pendekatan pada karakter industri Indonesia dan kebutuhan hilirisasi domestik.
Arah Investasi Strategis di Sektor Industri
Arah investasi Danantara di sektor industri dapat dipetakan ke dalam tiga koridor utama yang membentuk kerangka pembangunan industri nasional secara bertahap, mulai dari penguatan fondasi bahan dasar hingga penguasaan industri strategis masa depan.
Koridor pertama berfokus pada penguatan industri dasar dan bahan antara, yang menjadi fondasi utama bagi seluruh rantai manufaktur nasional. Fokus utamanya meliputi hilirisasi mineral strategis seperti nikel, tembaga, bauksit, dan timah hingga menghasilkan produk antara seperti logam olahan, bahan kimia industri, serta material energi yang menjadi input bagi sektor manufaktur. Penguatan sektor ini krusial untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, menstabilkan biaya produksi, dan meningkatkan ketahanan pasokan dalam negeri terhadap fluktuasi global.
Koridor kedua mencakup pengembangan manufaktur antara, industri komponen, hingga produk akhir, yang membentuk tulang punggung sistem industri nasional. Segmen ini menjadi jembatan antara industri bahan dasar dan industri konsumsi, mencakup bidang seperti kendaraan listrik, alat berat, perkapalan, perkeretaapian, elektronika, dan peralatan rumah tangga. Investasi pada koridor ini ditujukan untuk memperkuat kapasitas manufaktur nasional melalui peningkatan integrasi vertikal, penguasaan teknologi komponen, serta perluasan rantai nilai hingga ke produk akhir. Dengan memperkuat lapisan manufaktur ini, Danantara dapat membantu mempercepat transformasi struktur industri dari berbasis bahan mentah menuju industri berbasis teknologi dan nilai tambah tinggi.
Koridor ketiga berfokus pada perluasan basis industri di luar sumber daya alam domestik dan pengembangan industri frontier strategis yang berorientasi pada masa depan. Arah investasi pada koridor ini mencakup sektor-sektor yang bahan bakunya tidak dimiliki Indonesia, tetapi memiliki nilai strategis tinggi bagi perekonomian nasional, seperti industri semikonduktor, farmasi, dan teknologi informasi. Selain itu, koridor ini juga meliputi investasi pada industri frontier yang menjadi bagian dari transformasi global, antara lain ekosistem baterai dan kendaraan listrik, baja hijau, petrokimia rendah karbon, serta energi terbarukan. Melalui koridor ini, Danantara dapat mendorong diversifikasi struktur industri nasional dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global yang berteknologi tinggi dan berkelanjutan.
Danantara dan Arah Baru Kemandirian Industri
Keberadaan Danantara membuka ruang baru bagi penguatan sektor industri Indonesia. Lembaga ini diharapkan menjadi motor pengembangan industri nasional melalui kepemilikan aset strategis dan investasi jangka panjang. Efektivitasnya akan sangat bergantung pada kejelasan prioritas sektor, disiplin tata kelola, serta kemampuan menjaga keseimbangan antara tujuan keuangan dan misi industrialisasi.
Saat ini, Danantara telah memiliki sejumlah rencana yang terkait langsung dengan agenda hilirisasi dan penguatan industri nasional. Beberapa sumber menyebutkan bahwa lembaga ini tengah menyiapkan 18-20 proyek strategis dengan nilai investasi lebih dari US$20 miliar, mencakup berbagai sektor mulai dari hilirisasi mineral hingga pengembangan energi baru terbarukan—sebuah langkah konkret yang dapat menjadi penggerak utama industrialisasi nasional. Tantangan berikutnya adalah bagaimana Danantara dapat memperluas cakupan investasinya ke seluruh tiga koridor industri, dari penguatan bahan dasar hingga penguasaan manufaktur dan teknologi frontier, mengingat masih banyak segmen industri yang membutuhkan dukungan pembiayaan untuk tumbuh dan berdaya saing.
Polemik mengenai penempatan dana Danantara di pasar modal menunjukkan besarnya perhatian dan harapan masyarakat agar lembaga ini memprioritaskan penggunaan dana untuk penguatan sektor ekonomi riil. Fokus Danantara perlu diarahkan pada realisasi proyek-proyek industri yang telah dirancang serta perluasan investasi ke bidang produktif lainnya yang dapat menciptakan lapangan kerja, memperkuat rantai nilai domestik, dan meningkatkan daya saing manufaktur nasional. Bila dijalankan secara konsisten, Danantara dapat menjadi instrumen penting dalam mempercepat industrialisasi nasional, sebuah langkah yang menegaskan tekad Indonesia untuk membangun kemandirian industri yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Ringkasan
Danantara diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia dengan fokus pada hilirisasi industri tanpa bergantung pada investasi asing. Namun, rencana investasi Danantara di pasar modal memicu perdebatan mengenai efektivitasnya dalam mendukung hilirisasi, dengan kekhawatiran investasi yang terlalu finansial kurang berdampak langsung pada proyek industri strategis. Ekspektasi terhadap Danantara mencakup tata kelola dana yang baik serta kemampuan mewujudkan industrialisasi berdaulat dan berkelanjutan.
Danantara diharapkan dapat menjembatani kesenjangan antara potensi sumber daya dan kebutuhan pembangunan industri, mendorong hilirisasi yang lebih mendalam, serta memperluas cakupan hilirisasi ke sektor yang tidak bergantung pada sumber daya alam. Arah investasi strategis dapat dipetakan ke dalam tiga koridor: penguatan industri dasar, pengembangan manufaktur antara hingga produk akhir, serta perluasan basis industri di luar sumber daya alam dan pengembangan industri frontier strategis. Dengan demikian, Danantara berpotensi menjadi katalis yang mengarahkan kebijakan hilirisasi menuju industrialisasi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.