DPR Bungkam! Tolak Tuntutan Massa Aksi FORMAPPI

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) mengecam sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dinilai acuh terhadap tuntutan demonstrasi yang berlangsung selama empat hari, Senin (25/8) hingga Kamis (28/8). Organisasi tersebut menyoroti keengganan DPR untuk menemui para pengunjuk rasa dan memberikan tanggapan resmi atas aspirasi yang disampaikan.

“DPR nampaknya tidak berani menjumpai massa, tidak berani memberikan respons yang bisa diterima rakyat,” tegas FORMAPPI dalam keterangan resminya, Jumat (29/8). Aksi demonstrasi tersebut dipicu oleh besarnya tunjangan anggota DPR yang dinilai kontradiktif dengan kondisi ekonomi mayoritas rakyat yang sulit. Para demonstran mendesak pembatalan tunjangan tersebut dan meminta DPR lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

FORMAPPI menilai, fokus demonstrasi yang tertuju pada DPR seharusnya mendorong lembaga legislatif untuk bertanggung jawab dan menghadapi massa secara langsung. Keengganan DPR menemui para pendemo, menurut FORMAPPI, mencerminkan ketidaksediaan untuk memenuhi tuntutan rakyat dan justru merugikan citra DPR sendiri. “Tidak adanya respons resmi DPR sebagai lembaga dan juga masing-masing sebagai anggota DPR tentu saja merupakan sebuah keputusan yang tidak masuk akal,” lanjut FORMAPPI.

Lebih lanjut, FORMAPPI menyoroti langkah DPR yang menerapkan kebijakan work from home (WFH) dan membatalkan rapat-rapat selama berlangsungnya demonstrasi. Hal ini dianggap sebagai upaya menghindar dari tuntutan massa. “Ini sungguh sebuah pilihan yang boleh dibilang agak pengecut,” ujar FORMAPPI, yang melihat tindakan tersebut sebagai bentuk mempertahankan posisi tanpa mau menyesuaikan dengan aspirasi rakyat.

Sikap menghindar DPR ini, menurut FORMAPPI, semakin mendegradasi kredibilitas lembaga legislatif. Minimnya respons resmi terhadap aspirasi rakyat, bahkan dalam situasi yang sudah menimbulkan korban jiwa pada Kamis (28/8) malam, dinilai sebagai kesalahan politik besar. “Legitimasi sebagai wakil rakyat otomatis hilang ketika rakyat yang memberikan legitimasi itu sudah tidak percaya lagi pada DPR,” tegas FORMAPPI. Kehilangan kepercayaan rakyat ini, menurut mereka, sama artinya dengan mencabut legitimasi yang diberikan melalui Pemilu.

FORMAPPI menekankan, dalam situasi ini, tak ada alasan bagi anggota DPR untuk melanjutkan perannya sebagai wakil rakyat. Mereka menuntut pertanggungjawaban DPR atas insiden yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia dan meminta DPR menyadari dampak dari sikap menghindar yang telah memicu tragedi tersebut. Selain itu, FORMAPPI mengkritik pernyataan anggota DPR Sahroni yang mendukung penangkapan pendemo anarkis dan di bawah umur, yang dianggap tidak relevan dengan inti tuntutan demonstrasi.

Sebagai penutup, FORMAPPI mendesak DPR untuk segera memberikan pernyataan resmi dan memastikan aparat keamanan bertindak profesional serta menghindari penggunaan kekerasan terhadap pendemo. “Bukan waktunya lagi bagi DPR untuk diam, karena emosi rakyat semakin tinggi setelah jatuhnya korban. Saatnya DPR membuktikan semua anggapan dan sikap tidak percaya publik kepada mereka dijawab melalui respons yang bijak dan tepat,” pungkas FORMAPPI.

Ringkasan

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) mengecam sikap DPR yang menolak menemui demonstran dan memberikan respons resmi atas tuntutan pembatalan tunjangan anggota DPR yang dinilai terlalu besar. Aksi demonstrasi empat hari tersebut dipicu oleh kesenjangan ekonomi dan dianggap DPR menghindari tanggung jawab dengan menerapkan WFH dan membatalkan rapat.

FORMAPPI menilai sikap DPR yang menghindar sebagai tindakan pengecut dan mendegradasi kredibilitas lembaga. Ketidakhadiran respons resmi, terutama setelah adanya korban jiwa, dianggap sebagai kesalahan politik besar yang menghilangkan legitimasi DPR sebagai wakil rakyat. FORMAPPI mendesak pernyataan resmi dari DPR dan meminta aparat bertindak profesional.

Tinggalkan komentar