Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) di Papua, terungkap sebagai habitat vital bagi hiu paus (Rhincodon typus) dalam sebuah riset komprehensif yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Marine Science. Studi selama 13 tahun, dari September 2010 hingga Oktober 2023, ini merupakan yang pertama secara menyeluruh menganalisis dinamika populasi, pola jelajah, dan ancaman terhadap spesies yang terancam punah ini di empat wilayah utama BLKB: Teluk Cenderawasih, Kaimana, Raja Ampat, dan Fakfak.
Dipimpin oleh Edy Setyawan dari Elasmobranch Institute Indonesia, riset ini melibatkan kolaborasi internasional yang kuat. Tim peneliti Indonesia terdiri atas Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah (BLUD UPTD) Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Kaimana dan Konservasi Indonesia. Sementara itu, Conservation Internasional, University of Western Australia, University of Adelaide, dan Shark Research Foundation turut berkontribusi dalam analisis data dan penyusunan studi.
Hasil penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih baik untuk meningkatkan upaya konservasi hiu paus, terutama di Teluk Cenderawasih dan Kaimana. Metode penelitian menggunakan identifikasi fotografis (Foto ID), memanfaatkan pola unik totol dan garis pada tubuh hiu paus untuk mengidentifikasi setiap individu. Dari 1.118 pengamatan, teridentifikasi 268 individu hiu paus, sebagian besar ditemukan di sekitar bagan apung, dengan 159 individu di Teluk Cenderawasih dan 95 di Kaimana. Temuan ini menunjukkan interaksi yang signifikan antara hiu paus dan aktivitas perikanan, khususnya penggunaan bagan.
Baca juga:
- Populasi Hiu Paus Turun 50%, RI Perlu Lindungi Koridor Ekologis Laut
- Prilly Latuconsina Pasang Penanda Satelit pada Hiu Paus di Teluk Saleh
- Populasi Hiu Paus di Indonesia Diperkirakan 472 Ekor, Tersebar di Lima Lokasi
Salah satu temuan kunci adalah masa menetap hiu paus yang relatif lama di Teluk Cenderawasih (rata-rata 77 hari), jauh lebih tinggi dibandingkan lokasi lain. Di Kaimana, rata-rata masa menetap hanya 38 hari. Lebih dari setengah individu yang teridentifikasi teramati lebih dari satu kali, dengan dua individu bahkan terpantau selama lebih dari sepuluh tahun.
“Temuan kami menunjukkan bahwa BLKB merupakan habitat penting bagi populasi hiu paus muda yang menggunakan kawasan ini untuk makan dan tumbuh sebelum bermigrasi ke laut lepas,” jelas Edy Setyawan. Menimbang penurunan populasi hiu paus di seluruh perairan Indo-Pasifik hingga 63%, keberlangsungan populasi di BLKB sangat krusial untuk upaya pemulihan.
Iqbal Herwata, Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia dan salah satu penulis jurnal, menambahkan bahwa BLKB, khususnya Teluk Cenderawasih dan Kaimana, berperan sebagai nursery ground atau tempat pembesaran hiu paus muda. “Dinamika populasi di empat lokasi didominasi hiu paus jantan muda, berukuran 4–5 meter, menguatkan peran kawasan ini sebagai habitat pembesaran kunci,” ujar Iqbal.
Momen langka dua hiu paus melakukan vertikal feeding (Konservasi Indonesia)
Riset ini juga menyoroti pentingnya pengelolaan wisata berbasis bagan yang berkelanjutan. Sebanyak 76,9% hiu paus di BLKB menunjukkan luka, mulai dari abrasi hingga amputasi sirip, sebagian besar (83,7% di Kaimana) terkait interaksi dengan manusia, baik melalui perikanan maupun wisata. Meskipun luka akibat baling-baling kapal relatif rendah (2,4%), penelitian merekomendasikan desain bagan ramah hiu paus, kode etik wisata yang ketat, dan pengawasan aktivitas perikanan dan pelayaran.
Konservasi hiu paus membutuhkan upaya bersama. Iqbal menekankan potensi pariwisata hiu paus sebagai penggerak ekonomi lokal, namun harus dikelola dengan regulasi yang jelas untuk mencegah luka pada hiu paus dan dampak negatif pada ekosistem. Rekomendasi termasuk modifikasi bagan untuk mengurangi risiko luka, integrasi basis data foto ID lintas lembaga, serta keterlibatan masyarakat dalam sains warga.
Penelitian ini juga mendorong penggunaan teknologi pelacakan jarak jauh (telemetry) dan perekaman data biologis (biologging) untuk memahami lebih dalam pola migrasi dan penggunaan habitat hiu paus. Dengan temuan ilmiah dan rekomendasi praktis yang komprehensif, riset ini memberikan kontribusi berharga bagi upaya konservasi hiu paus di Indonesia.
Ringkasan
Studi selama 13 tahun di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB), Papua, mengungkap peran vital wilayah tersebut sebagai habitat hiu paus. Penelitian yang melibatkan kolaborasi internasional ini menggunakan metode identifikasi fotografis untuk melacak 268 individu hiu paus di empat wilayah utama BLKB, menemukan populasi signifikan di Teluk Cenderawasih dan Kaimana. Hiu paus di Teluk Cenderawasih memiliki masa menetap lebih lama (rata-rata 77 hari) dibandingkan lokasi lain, menunjukkan kawasan ini sebagai area makan dan pertumbuhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BLKB, khususnya Teluk Cenderawasih dan Kaimana, berfungsi sebagai tempat pembesaran hiu paus muda. Sebagian besar hiu paus yang teramati adalah jantan muda, dan tingginya persentase hiu paus dengan luka (76,9%) menyoroti perlunya pengelolaan wisata dan perikanan yang berkelanjutan. Rekomendasi meliputi desain bagan ramah hiu paus, kode etik wisata yang ketat, dan pemanfaatan teknologi pelacakan untuk upaya konservasi yang lebih efektif.