Hutan Kalimantan Barat Hilang 61% dalam 20 Tahun: Krisis Lingkungan

Kalimantan Barat mengalami kehilangan hutan yang memprihatinkan. Dalam dua dekade terakhir, lebih dari 61% tutupan hutannya telah hilang, sebuah angka yang mengkhawatirkan akibat alih fungsi lahan, penebangan liar, dan ekspansi perkebunan kelapa sawit yang masif.

Data yang disampaikan Akademisi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Dr. Hari Prayoga, S.Si, M.Si, menunjukkan penurunan drastis luas hutan. Pada tahun 2000, tutupan hutan Kalimantan Barat mencapai 13 juta hektare. Namun, data tahun 2022 mencatat angka yang jauh lebih rendah, hanya sekitar 4,9 juta hektare. Ini berarti hilangnya sekitar 8 juta hektare atau 61,5% area hutan dalam kurun waktu 22 tahun. Meskipun Kalimantan masih tampak hijau dari pandangan mata, kenyataannya, sebagian besar wilayah kini telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

Dr. Prayoga memperkirakan lebih dari dua juta hektare lahan di Kalimantan Barat telah beralih fungsi menjadi kebun sawit, baik yang dikelola perusahaan besar maupun perkebunan milik masyarakat. Ia menuturkan, “Banyak mahasiswa saya mengaku orang tuanya memiliki kebun sawit. Ada yang satu hektare, dua hektare, bahkan sampai 10 hektare. Karena harga karet yang kurang menjanjikan, masyarakat beralih ke sawit.”

Deforestasi di Kalimantan Barat tidak hanya disebabkan oleh ekspansi perkebunan sawit. Penebangan kayu, baik legal maupun ilegal, juga turut berkontribusi signifikan. Aktivitas pertambangan bauksit, emas, nikel, dan pasir kuarsa semakin memperparah kerusakan hutan. Ironisnya, Dr. Prayoga menyoroti potensi Indonesia sebagai produsen panel surya terbesar dunia berkat cadangan pasir kuarsa yang melimpah. Namun, pengelolaannya seringkali tidak berpihak pada masyarakat lokal, yang hanya menjadi buruh tanpa memiliki akses kepemilikan.

Lebih lanjut, Dr. Prayoga juga mengkhawatirkan dampak proyek pangan skala besar (food estate) yang berpotensi menciptakan “zona mati ekologis,” seperti yang pernah terjadi di Kalimantan Tengah pada tahun 1990-an. Kalimantan Barat, dengan kekayaan hayati yang luar biasa—lebih dari 15.000 jenis tumbuhan, 3.000 jenis pohon, 221 spesies mamalia, dan lebih dari 600 jenis burung—terancam serius. Satwa ikonik seperti orangutan menghadapi ancaman fragmentasi habitat, kebakaran hutan, dan perburuan. “Kita kehilangan sepertiga hutan hanya dalam beberapa dekade. Fragmentasi membuat orangutan terisolasi dan rawan kawin kerabat. Jika kondisi ini terus berlanjut, keanekaragaman hayati kita akan hilang,” tegasnya.

Ancaman terhadap ekosistem Kalimantan Barat juga datang dari spesies invasif seperti akasia, eceng gondok, ikan nila, dan ikan sapu-sapu yang semakin menekan keberadaan spesies asli. Kesimpulannya, deforestasi dan perubahan iklim menjadi ancaman utama bagi Kalimantan Barat. Kerusakan hutan berarti hilangnya fondasi kehidupan. Perlindungan hutan Kalimantan Barat menjadi urgensi nasional yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.

Baca juga:

  • Menko Pangan Zulkifli Hasan Terima Tanda Kehormatan dari Presiden Prabowo
  • Menteri LH Minta Pemda Terlibat Aktif dalam Penurunan Emisi Karbon

Ringkasan

Dalam 22 tahun terakhir, Kalimantan Barat kehilangan 61,5% tutupan hutannya, turun dari 13 juta hektare pada tahun 2000 menjadi 4,9 juta hektare pada tahun 2022. Penyebab utama deforestasi adalah alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, penebangan liar, dan aktivitas pertambangan. Lebih dari dua juta hektare lahan telah berubah menjadi kebun sawit, baik skala besar maupun milik masyarakat.

Deforestasi ini mengancam keanekaragaman hayati Kalimantan Barat yang kaya, termasuk satwa ikonik seperti orangutan. Ekspansi proyek pangan skala besar juga berpotensi menciptakan “zona mati ekologis”. Spesies invasif semakin menekan keberadaan spesies asli. Perlindungan hutan Kalimantan Barat menjadi urgensi nasional yang membutuhkan perhatian serius.

Tinggalkan komentar