Sponsored

Manfaat dan Tantangan Redenominasi Rupiah pada 2027

Menteri Keuangan atau Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan wacana redenominasi rupiah, misalnya dari Rp 1.000 menjadi Rp 1. Ekonom mengungkapkan manfaat kebijakan ini dan tantangan penerapannya.

Sponsored

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan redenominasi pada dasarnya adalah penyederhanaan digit rupiah tanpa mengubah daya beli. Hal ini berbeda dengan sanering, yang memangkas nilai uang.

“Langkah ini (redenominasi) bersifat netral terhadap inflasi secara konsep. Dampak harga yang muncul biasanya berasal dari perilaku transisi seperti pembulatan harga, salah paham, dan ekspektasi yang tidak dikelola,” kata Josua kepada Katadata.co.id, Senin (10/11).

Dari sisi manfaat, Josua menilai redenominasi mengurangi kerepotan operasional dalam pencatatan, akuntansi, dan sistem pembayaran. Sebab, angka menjadi lebih ringkas, sehingga mengurangi risiko salah ketik dan mempersingkat tampilan pada sistem kasir, mesin ATM, EDC hingga aplikasi perbankan dan e-commerce

Biaya pencetakan dan pengedaran uang juga berpotensi lebih efisien dalam jangka panjang. “Sebab, rancangan pecahan menjadi lebih proporsional, termasuk ruang untuk menghidupkan kembali penggunaan koin bagi nilai sangat kecil,” ujar Josua.

Di ranah persepsi, denominasi yang lebih ringkas dapat memperbaiki kenyamanan bertransaksi wisatawan dan pelaku usaha lintas-negara. Selain itu, mengurangi kesan psikologis bahwa rupiah jauh berbeda dari mata uang lain hanya karena jumlah digitnya.

“Manfaat-manfaat ini bersifat mikro dan efisiensi, sehingga tidak otomatis mengangkat pertumbuhan, tetapi memperlancar aktivitas ekonomi sehari-hari dan tata kelola harga,” ujar Josua.

Peneliti lembaga penelitian dan advokasi kebijakan PRAKARSA Bintang Aulia Lutfi mengatakan rencana penyelesaian RUU Redenominasi rupiah pada 2027 berpotensi membawa sejumlah keuntungan bagi perekonomian.

“Penyederhanaan nominal mata uang akan meningkatkan efisiensi transaksi,” kata Bintang.

Selain itu, redenominasi dapat memperkuat persepsi stabilitas ekonomi nasional di mata investor, serta menjadi momentum modernisasi sistem keuangan yang selaras dengan agenda digitalisasi ekonomi Indonesia.

Oleh karena itu, kemungkinan penerapan redenominasi cukup terbuka. “Mengingat kondisi moneter saat ini relatif stabil dengan inflasi sekitar 2%,” ujar Bintang.

Stabilitas ini menjadi prasyarat penting agar perubahan nominal tidak memicu gejolak harga maupun gangguan pada aktivitas ekonomi. Jika disiapkan dengan baik, Bintang menilai redenominasi juga bisa mendorong tertib administrasi dan mendorong pemilik dana besar untuk menata ulang aset likuidnya secara lebih transparan.

Akan tetapi, Ekonom Center of Reform on Economics alias CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai ada sejumlah tantangan yang tidak bisa diabaikan dari pelaksanaan redenominasi ini. Pertama, anggaran.

“Pemerintah tetap perlu menyiapkan biaya untuk mencetak uang baru, memperbarui sistem IT perbankan dan keuangan hingga menyesuaikan sistem akuntansi,” kata Yusuf.

Kedua, risiko kebingungan publik dan potensi lonjakan harga, terutama akibat salah konversi atau praktik menaikkan harga diam-diam yang bisa muncul, jika sosialisasi dan pengawasan lemah.

“Oleh karena itu, faktor psikologis masyarakat menjadi aspek yang sangat penting dalam keberhasilan redenominasi,” ujar Yusuf.

Redenominasi Rupiah Ditargetkan 2027

Menkeu Purbaya menuangkan rencana redenominasi rupiah ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025 – 2029, dengan target penyelesaian RUU Redenominasi pada tahun 2027.

Akan tetapi, Purbaya menegaskan pelaksanaan kebijakan redenominasi rupiah merupakan kewenangan Bank Indonesia alias BI. “BI nanti akan terapkan sesuai kebutuhan pada waktunya,” kata dia saat berada di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Senin (10/11).

BI menegaskan bahwa meski target penyelesaian RUU Redenominasi ditetapkan pada 2027, pelaksanaan kebijakan ini akan tetap mempertimbangkan kondisi dan waktu yang tepat.

“Pelaksanaannya akan memperhatikan stabilitas politik, ekonomi, sosial, serta kesiapan teknis, termasuk aspek hukum, logistik, dan teknologi informasi,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Denny Nugroho dalam keterangan tertulis, Senin (10/11).

Selama proses pembahasan dan persiapan redenominasi berlangsung, BI akan tetap berfokus menjaga stabilitas nilai rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

BI juga memastikan redenominasi tidak akan mengurangi nilai rupiah maupun daya beli masyarakat.

Menurut Denny, langkah itu merupakan strategi untuk meningkatkan efisiensi transaksi sekaligus memperkuat kredibilitas rupiah serta mendukung modernisasi sistem pembayaran nasional.

“Proses redenominasi akan dilakukan secara matang dan melibatkan koordinasi erat antara seluruh pemangku kepentingan,” ujar dia.

Denny menjelaskan bahwa RUU Redenominasi telah resmi masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025 – 2029 sebagai inisiatif pemerintah atas usulan BI. Selanjutnya, BI bersama pemerintah dan DPR akan terus melakukan pembahasan mendalam terkait proses dan tahapan implementasi redenominasi.

Sponsored