
Harga emas dunia melambung tinggi, kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan menembus level US$4.000 per ons pada Selasa (7/11). Kenaikan signifikan ini didorong oleh aksi para investor yang mencari tempat berlindung yang aman (safe haven) di tengah berbagai ketidakpastian global, mulai dari melemahnya dolar AS, gejolak geopolitik, hingga tekanan inflasi yang membandel.
Mengutip laporan CNBC, harga emas berjangka ditutup pada level rekor US$4.004,40 per ons. Bahkan, logam mulia ini sempat menyentuh rekor tertinggi intraday sepanjang masa di angka US$4.014,60. Sepanjang tahun ini, harga emas telah meroket sekitar 50%, beriringan dengan indeks dolar AS yang anjlok 10% di tengah bayang-bayang ketidakpastian kebijakan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Fenomena ini turut didukung oleh pembelian emas secara agresif baik dari bank sentral maupun investor ritel. Tiongkok dan sejumlah negara lain mengambil langkah strategis dengan melakukan diversifikasi aset, beralih dari obligasi pemerintah AS ke emas. Langkah ini menyusul sanksi keras yang diberlakukan Washington terhadap Rusia pasca-invasi ke Ukraina pada tahun 2022. Di sisi lain, investor ritel mencari perlindungan investasi mereka terhadap ancaman inflasi yang terus meningkat.
Peningkatan tajam pada harga logam mulia ini juga terjadi setelah Bank Sentral AS (The Fed) memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini pada bulan September. Kebijakan ini secara langsung membuat instrumen utang jangka pendek, seperti surat utang negara (Treasury bill), menjadi kurang menarik bagi para investor. Pasar kini memprediksi dua kali lagi penurunan suku bunga dana federal (Fed Fund Rate), yang saat ini berada di kisaran 4,00% hingga 4,25%, sebelum akhir tahun. The Fed sendiri dijadwalkan akan kembali bertemu dalam tiga minggu, tepatnya pada 29 Oktober.
Baca juga:
- Wall Street Merosot di Tengah Penutupan Pemerintahan AS
- Harga Emas Antam Hampir Tembus Rp 2,3 Juta, Melesat 50% Sepanjang Tahun Ini
Menanggapi tren ini, Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates, pada Selasa (7/10) merekomendasikan agar para investor mengalokasikan sekitar 15% dari portofolio mereka dalam bentuk emas. Dalam Forum Ekonomi Greenwich di Connecticut, Dalio menegaskan, “Instrumen utang bukanlah penyimpan kekayaan yang efektif.”
Ia melanjutkan, emas merupakan “satu-satunya aset yang berkinerja sangat baik ketika komponen portofolio Anda yang umum turun,” menyoroti peran krusial emas sebagai penyeimbang risiko di saat krisis.
Namun, di tengah euforia kenaikan ini, Bank of America (BofA) pada Senin (6/10) mendesak investor untuk berhati-hati. BofA memperingatkan kliennya bahwa emas kemungkinan menghadapi “titik jenuh tren kenaikan,” yang berpotensi memicu “konsolidasi atau koreksi” pada kuartal keempat tahun ini, memberikan perspektif yang lebih hati-hati terhadap pergerakan harga emas.
Ringkasan
Harga emas dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah, menembus US$4.000 per ons, didorong oleh investor yang mencari safe haven akibat ketidakpastian global, melemahnya dolar AS, gejolak geopolitik, dan inflasi. Kenaikan harga emas juga dipicu oleh pembelian agresif oleh bank sentral dan investor ritel, terutama dari Tiongkok yang melakukan diversifikasi aset.
Bank Sentral AS (The Fed) yang memangkas suku bunga semakin mendorong kenaikan harga emas. Ray Dalio menyarankan alokasi 15% portofolio ke emas, sementara Bank of America (BofA) memperingatkan potensi “titik jenuh tren kenaikan” dan kemungkinan koreksi harga emas pada kuartal keempat.