Indonesia berhasil menghindari kebutuhan impor gas alam cair (LNG) sepanjang tahun 2025, sebuah pencapaian yang mengejutkan setelah sempat diprediksi harus mengimpor hingga 50 kargo untuk memenuhi kebutuhan domestik. Keberhasilan ini diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menandai langkah signifikan dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Menurut Bahlil, prediksi impor sebelumnya muncul karena ketidakakuratan perhitungan antara tingkat konsumsi dalam negeri dengan kapasitas produksi domestik. Selain itu, sekitar 30% dari proyek LNG yang baru beroperasi atau siap produksi awalnya dialokasikan untuk ekspor. “Kami putar otak agar tidak ada impor, Alhamdulillah sampai sekarang belum ada impor LNG,” tegas Bahlil dalam gelaran BIG Conference 2025 pada Senin (8/12), menunjukkan upaya keras pemerintah dalam mengamankan pasokan energi.
Namun, di balik keberhasilan menjaga kemandirian pasokan LNG, Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait liquified petroleum gas (LPG). Bahlil mengakui bahwa impor LPG masih harus dilakukan setiap tahunnya. Kesenjangan antara kebutuhan domestik yang mencapai 8,5 juta ton dengan kapasitas produksi dalam negeri yang hanya sekitar 1,3 juta ton, memaksa Indonesia untuk mengimpor sebanyak 7,2 juta ton LPG per tahun.
Masalah impor LPG tidak hanya sebatas kapasitas produksi, tetapi juga terkendala ketiadaan bahan baku di dalam negeri. Berbeda dengan LNG yang menggunakan bahan baku C1 dan C2, LPG memerlukan bahan baku jenis C3 dan C4, yang ketersediaannya di Indonesia masih minim untuk mendukung pembangunan pabrik skala besar.
Data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) turut memperkuat optimisme ini. Sepanjang semester pertama 2025, SKK Migas berhasil memenuhi kebutuhan LNG sebanyak 16 kargo untuk PGN dan PLN dari sumber produksi dalam negeri. Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, menegaskan bahwa Indonesia belum memerlukan impor LNG. “Saat ini belum perlu impor, pasokan untuk kebutuhan April dan Mei Alhamdulillah sudah bisa dipenuhi dari dalam negeri,” jelas Djoko saat ditemui di Jakarta pada Rabu (9/4).
Meskipun demikian, pemerintah tetap melakukan evaluasi berkelanjutan untuk memastikan ketersediaan pasokan LNG hingga akhir tahun. “Kebutuhan kuartal II insya Allah aman, nanti kami lihat untuk kuartal III dan IV apakah perlu impor atau tidak,” tambahnya, menunjukkan sikap kehati-hatian dalam perencanaan energi. Sebagai salah satu strategi mitigasi, Indonesia juga telah mengalihkan lima kargo LNG yang sedianya untuk ekspor, kini dialokasikan sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pasokan LNG vital ini berasal dari Lapangan Donggi Senoro, Tangguh, dan Bontang. Djoko menyebutkan bahwa keputusan pengalihan ini telah ditandatangani oleh Menteri ESDM, meskipun harus diakui harganya sedikit lebih tinggi, yakni 17,4% lebih mahal dibandingkan harga ekspor.
Baca juga:
- PGN Perlu 19 Kargo LNG untuk Penuhi Kebutuhan 2026
- Rukun Raharja (RAJA) Buka Opsi Gandeng CDIA–KRAS dalam Proyek LNG di Banten
- Revitalisasi Tangki LNG Arun Capai 81%, Siap Beroperasi Akhir 2025