IHSG Menguat Didorong Kebijakan Moneter Longgar Global
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat penguatan pada Kamis, 18 September 2025, didorong oleh kebijakan moneter longgar yang diterapkan oleh bank sentral di dalam dan luar negeri. Pembukaan perdagangan menunjukkan IHSG naik 40,56 poin atau 0,51 persen, mencapai posisi 8.065,74. Kenaikan serupa juga terlihat pada indeks LQ45, yang meningkat 5,29 poin (0,65 persen) ke angka 820,51.
“Kami memproyeksikan IHSG berpotensi melanjutkan tren positif dan menguji level 8.150,” prediksi Ratna Lim, Kepala Riset Phintraco Sekuritas, dalam analisisnya di Jakarta pada hari yang sama.
Di Indonesia, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada September 2025 memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps). Langkah ini menempatkan BI-Rate di level 4,75 persen. Secara kumulatif, BI telah memangkas suku bunga acuan sebesar 125 bps sepanjang tahun 2025, mencapai level terendah sejak Oktober 2022. Penurunan ini selaras dengan proyeksi inflasi yang tetap terjaga dalam kisaran target BI, stabilitas nilai tukar rupiah, dan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan kredit juga menunjukkan sinyal positif. BI melaporkan pertumbuhan kredit pada Agustus 2025 mencapai 7,56 persen year on year (yoy), meningkat dari 7,03 persen (yoy) pada Juli 2025. Ini menandai kenaikan pertama setelah lima bulan berturut-turut mengalami perlambatan.
Di kancah internasional, pasar mencermati data inflasi Jepang yang diperkirakan melambat menjadi 2,8 persen (yoy) pada Agustus 2025, turun dari 3,1 persen (yoy) pada Juli 2025. Sementara itu, Bank of England (BoE) diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan pada level 4 persen, setelah penurunan sebesar 25 bps pada bulan sebelumnya menjadi level terendah sejak Maret 2023. Di Amerika Serikat, The Fed turut menurunkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4-4,25 persen, menjadi penurunan pertama pada tahun 2025 dan mengindikasikan kemungkinan dua kali penurunan lagi tahun ini.
Namun, Ketua The Fed, Jerome Powell, sedikit meredam euforia pasar dengan menyatakan bahwa langkah penurunan suku bunga ini bukanlah awal dari siklus penurunan yang panjang. Pernyataan tersebut didasari oleh perlambatan aktivitas ekonomi, penurunan penambahan lapangan kerja, dan peningkatan inflasi yang masih cukup tinggi. Kondisi ini menciptakan dilema bagi The Fed, mengingat tujuan ganda mereka yaitu stabilitas harga dan lapangan kerja penuh. The Fed juga memproyeksikan hanya satu kali penurunan suku bunga pada 2026, lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan tiga kali penurunan.
Penutupan perdagangan di bursa saham global pada Rabu, 17 September 2025, menunjukkan beragam kinerja. Bursa saham Eropa ditutup variatif; Euro Stoxx 50 stagnan, FTSE 100 Inggris menguat 0,14 persen, DAX Jerman naik 0,13 persen, sedangkan CAC Prancis melemah 0,40 persen. Di Wall Street, S&P 500 turun 0,1 persen ke 6.600,35, Nasdaq melemah 0,3 persen ke 22.261,33, sementara Dow Jones naik 0,6 persen ke 46.018,32. Sementara itu, bursa saham regional Asia pagi ini menunjukkan pergerakan yang beragam; Nikkei naik 0,99 persen, Shanghai naik 0,28 persen, Hang Seng naik 0,20 persen, dan Strait Times turun 0,03 persen.
Ringkasan
IHSG menguat 0,51 persen pada 18 September 2025, mencapai 8.065,74, didorong kebijakan moneter longgar global dan penurunan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen. Pertumbuhan kredit di Indonesia juga meningkat menjadi 7,56 persen (yoy) pada Agustus 2025. Penurunan suku bunga acuan juga dilakukan oleh The Fed (25 bps) dan diperkirakan inflasi Jepang melambat.
Meskipun The Fed menurunkan suku bunga, Ketua Jerome Powell menekankan ini bukan awal dari siklus penurunan yang panjang, mempertimbangkan perlambatan ekonomi dan inflasi yang masih tinggi. Penutupan bursa saham global menunjukkan kinerja beragam, dengan beberapa indeks naik dan beberapa lainnya turun.