Sponsored

Wall Street ditutup variatif merespons sinyal prospek kebijakan The Fed

Babaumma – , JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat menutup perdagangan dengan pergerakan variatif pada Kamis, 11 Desember 2025, waktu setempat. Fluktuasi ini terjadi menyusul sinyal kebijakan dari Federal Reserve (The Fed) yang dinilai tidak seketat ekspektasi awal pasar.

Sponsored

Mengutip laporan Reuters pada Jumat, 12 Desember 2025, indeks Dow Jones Industrial Average berhasil ditutup menguat signifikan, naik 612,67 poin atau 1,27%, mencapai level 48.670,42. Sementara itu, indeks S&P 500 juga mencatat penguatan tipis sebesar 8,61 poin atau 0,13% menjadi 6.895,25. Namun, indeks teknologi tinggi Nasdaq Composite justru terkoreksi 79,72 poin atau 0,34% ke level 23.574,44.

Sektor komunikasi menjadi pemberat utama di antara 11 sektor utama S&P 500, dengan penurunan lebih dari 1%. Saham teknologi juga ikut melemah 0,7%, dan Indeks Philadelphia Semiconductor merosot 1,5%, mencerminkan kekhawatiran yang masih membayangi sektor ini.

: Poin-Poin Penting Putusan Suku Bunga The Fed Desember 2025

Berbanding terbalik, sektor material memimpin penguatan pasar dengan melonjak 2%, menunjukkan kepercayaan investor pada sektor ini. Disusul oleh sektor keuangan yang naik 1,8% dan industri yang menguat 1%, menandakan adanya rotasi dana ke sektor-sektor yang lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di tengah dinamika pasar, saham raksasa perangkat lunak, Oracle, anjlok sekitar 11% setelah proyeksi kinerja kuartalannya gagal memenuhi ekspektasi analis. Perusahaan juga mengejutkan pasar dengan peringatan bahwa belanja tahunan mereka akan membengkak US$15 miliar di atas rencana semula.

: : The Fed Isyaratkan Jeda Pemangkasan Suku Bunga

Kondisi ini sontak memicu kekhawatiran di kalangan investor bahwa ekspansi agresif Oracle dalam membidik pelanggan cloud AI justru menguras kas perusahaan lebih cepat daripada menghasilkan keuntungan. Strategi ambisius tersebut dipertanyakan efektivitasnya dalam jangka pendek.

Lebih lanjut, biaya asuransi utang Oracle melonjak tajam, menjadikan saham perusahaan sebagai yang berkinerja terburuk di S&P 500 dan berada di jalur penurunan kuartalan terdalam sejak pertengahan 2001. Para investor kini diliputi kekhawatiran bahwa ketergantungan Oracle pada pendanaan utang dapat memicu gelembung AI yang serupa dengan kejatuhan dotcom di awal tahun 2000-an.

: : Fed Rate Cut Jadi Angin Segar LQ45 saat Reli Saham Small-Mid Caps Kehabisan Tenaga

Meskipun tekanan pada Oracle menyeret saham teknologi lainnya, indeks Dow Jones tetap mampu reli. Fenomena serupa juga terlihat pada indeks small-cap Russell 2000 yang menguat lebih dari 1%. Indeks saham bernilai (value stocks) S&P 500 juga naik 0,6%, mengungguli indeks saham bertumbuh (growth stocks) yang terkoreksi 0,3%.

“Tema utamanya adalah rotasi pasar. Kita melihat saham small cap, Dow, dan sektor siklikal mulai berkinerja lebih baik seiring ekspektasi percepatan kembali pertumbuhan global,” ujar Matthew Miskin, Co-Chief Investment Strategist Manulife John Hancock Investments, menjelaskan pergeseran dinamika pasar.

Investor juga terus mencermati hasil pertemuan Federal Reserve sehari sebelumnya, ketika bank sentral AS memutuskan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Dalam kesempatan itu, Ketua Jerome Powell memberikan sinyal kemungkinan jeda untuk penurunan suku bunga selanjutnya.

Namun demikian, pasar global cukup lega karena dalam “dot plot” terbaru, The Fed masih memperkirakan adanya dua kali pemangkasan suku bunga ke depan. Proyeksi ini muncul di tengah bayang-bayang inflasi yang masih tinggi dan indikasi pelemahan pasar tenaga kerja di Amerika Serikat.

“Persepsi bahwa The Fed masih akan melonggarkan kebijakan memberikan efek domino ke pasar. Dolar melemah, imbal hasil Treasury turun, dan ini memicu sentimen risk-on di pasar saham. Ekspektasinya, The Fed akan lebih hawkish,” kata Miskin, menggarisbawahi dampak kebijakan The Fed.

Para pelaku pasar kini memperkirakan setidaknya 50 basis poin pelonggaran moneter akan terjadi tahun depan. Ekspektasi ini didorong oleh pandangan bahwa calon Ketua The Fed pilihan Presiden AS Donald Trump cenderung berpandangan dovish atau pro-pelonggaran moneter.

Penasihat ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, disebut-sebut sebagai kandidat terkuat untuk mengisi posisi penting tersebut, yang akan sangat memengaruhi arah kebijakan moneter AS di masa mendatang.

Sponsored