Sponsored

Orang Utan Pintar Lulusan Sekolah Hutan Kembali ke Habitat Alami

Orang utan Kalimantan bernama Artemis dan Gieka dilepasliarkan di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat, tepatnya di Blok Sungai Rongun, Sub Das Mendalam, pada Rabu (19/11). 

Sponsored

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Murlan Dameria Pane, menjelaskan pelepasliaran ini sebagai upaya melestarikan orang utan Kalimantan yang berstatus kritis atau critically endangered menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).

“Pelepasliaran ini merupakan langkah strategis memulihkan populasi orang utan di habitat alaminya,” kata Murlan, dikutip dari keterangan resmi pada Jumat (21/11).

Artemis dan Gieka tidak lahir di hutan rimba, melainkan di Sekolah Hutan Jerora Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS). Setelah enam tahun hidup di sekolah hutan, Artemis dan Gieka menunjukkan kemampuan menjelajah, mengenali pakan alami, serta membuat sarang dengan baik. Keduanya juga tidak menunjukkan ketergantungan pada manusia, sehingga dinilai siap dilepasliarkan.

Baca juga:

  • Penguatan Koridor Ekologis, Upaya untuk Selamatkan Orang Utan Tapanuli
  • Statusnya Sangat Terancam Punah, Orang Utan Butuh Proteksi

Proses Pelepasliaran

Perjalanan menuju lokasi pelepasliaran ditempuh selama delapan jam melalui perjalanan darat dari Sekolah Hutan Jerora di Sintang menuju Putussibau. Perjalanan dilanjutkan melalui perjalanan air, menggunakan longboat menuju Stasiun Pelepasliaran Mentibat selama tiga jam.

Setibanya di lokasi, keduanya menjalani habituasi satu malam untuk menjaga kondisi fisik dan psikologis tetap stabil. Pemeriksaan medis rutin dilakukan selama proses berlangsung. 

Hari berikutnya, keduanya baru dibawa dengan longboat selama satu jam perjalanan menuju Sungai Rongun kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Kegiatan pelepasliaran ini merupakan yang ke-17 sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2017. Total ada 37 individu hasil rehabilitasi dan satu individu hasil translokasi yang telah dilepasliarkan di Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.

Setelah pelepasliaran, Artemis dan Gieke akan dipantau secara intensif menggunakan metode nest-to-nest selama tiga bulan. Ini meliputi pemantauan aktivitas harian, pola makan, dan pergerakan serta respons terhadap habitat. Pemantauan dilakukan untuk memastikan keduanya mampu beradaptasi dengan baik dan hidup mandiri di alam liar.

Sponsored