Sponsored

Ancar-Ancar Prospek Vale (INCO), Rasio Dividen Diramal Turun Tahun Depan

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) telah merilis proyeksi kinerja ambisius untuk akhir tahun 2025 dan panduan strategis untuk tahun 2026. Dalam proyeksi yang dinanti-nantikan ini, salah satu poin penting yang mencuat adalah estimasi penurunan rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio pada tahun depan, seiring dengan fokus perseroan pada investasi jangka panjang.

Sponsored

Berdasarkan riset dari Stockbit Sekuritas, yang mengutip pernyataan manajemen Vale Indonesia (INCO) dalam earnings call kinerja kuartal ketiga pada Senin (24/11), produksi nikel matte diperkirakan akan mengalami penurunan pada kuartal keempat 2025. Volume produksi pada periode tersebut diproyeksikan berada di kisaran 16.259 ton, menandai penurunan sebesar 16% secara kuartalan (QoQ) dan 12% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (YoY).

Dengan estimasi tersebut, total produksi nikel matte sepanjang tahun 2025 diprediksi mencapai 71.234 ton, hanya turun tipis 0,1% secara tahunan. Penurunan ini terutama disebabkan oleh proses pemeliharaan parsial fasilitas electric furnace di pabrik feronikel perusahaan, yang dijadwalkan selesai pada Mei 2026. Proses perbaikan ini telah sesuai dengan panduan yang disampaikan pada semester pertama tahun ini. Sejalan dengan kondisi tersebut, perseroan juga telah merevisi turun target produksi nikel matte untuk tahun 2026 menjadi sekitar 67.000 ton, mengindikasikan penurunan 5,9% YoY dari estimasi volume produksi tahun 2025.

Namun, di tengah proyeksi penurunan nikel matte, Vale Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan pada segmen penjualan bijih saprolit. Manajemen memproyeksikan volume penjualan bijih saprolit akan melonjak drastis mencapai 1,6 juta wmt pada kuartal keempat 2025, atau meningkat 79% secara kuartalan (QoQ). Angka ini jauh melampaui capaian sepanjang sembilan bulan pertama 2025 yang baru mencapai 0,9 juta wmt. Secara keseluruhan, perseroan memperkirakan penjualan bijih saprolit sepanjang tahun 2025 akan mencapai 2,5 juta wmt, sebuah pencapaian signifikan mengingat pada tahun 2024 INCO belum mencatatkan penjualan untuk komoditas ini.

Manajemen juga menegaskan bahwa harga bijih saprolit masih bertahan pada level premium, diperdagangkan sekitar US$20–25 per wmt di atas harga patokan mineral. Memasuki tahun 2026, Vale Indonesia tengah mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dengan target produksi bijih saprolit yang jauh lebih ambisius, mencapai 20 juta wmt. Pasokan bijih saprolit ini akan berasal dari tambang Bahodopi dan Pomalaa, menunjukkan strategi diversifikasi yang kuat.

Seiring dengan rencana ekspansi ini, Vale Indonesia (INCO) akan mengalokasikan belanja modal (capex) sebesar US$750 juta atau sekitar Rp 12,48 triliun pada tahun 2026. Angka ini meningkat signifikan dari alokasi capex sebesar US$540 juta pada tahun 2025. Dana jumbo tersebut akan diarahkan untuk berbagai inisiatif strategis, termasuk pemeliharaan smelter nickel matte, pengembangan tambang Bahodopi dan Pomalaa, serta investasi pada tiga proyek joint venture smelter HPAL yang ditargetkan rampung secara bertahap hingga tahun 2027.

Manajemen mengantisipasi bahwa pengeluaran capex yang besar ini akan mengubah posisi neraca keuangan perseroan dari kondisi net cash menjadi net debt. Perubahan ini, sebagaimana disampaikan Stockbit Sekuritas, berpotensi menekan dividend payout dibandingkan rasio pembayaran dividen tahun 2024 yang mencapai 60%. Namun, potensi tekanan ini diyakini akan terkompensasi oleh prospek pertumbuhan yang kuat dan terdiversifikasi dari proyek-proyek strategis tersebut. Jika seluruh proyek ekspansi berjalan sesuai jadwal, Stockbit menilai INCO berpotensi menjadi salah satu perusahaan nikel dengan prospek pertumbuhan volume produksi tertinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Meskipun demikian, PT Vale Indonesia Tbk juga menghadapi sejumlah risiko utama yang berpotensi menekan kinerja di masa mendatang. Stockbit menyoroti risiko penurunan harga jual, baik akibat pelemahan harga nikel global maupun penyusutan premi harga bijih saprolit. Selain itu, risiko volume penjualan yang berada di bawah panduan akibat kendala operasional maupun perizinan juga patut diwaspadai.

Sebagai konteks, INCO sebelumnya telah membagikan dividen tunai dari tahun buku 2024 sebesar US$34,65 juta atau setara dengan Rp569 miliar. Pembayaran dividen ini telah dilaksanakan pada 16 Juni 2025 lalu, dengan dividend payout ratio mencapai 60% dari laba perseroan pada tahun buku 2024. Setiap pemegang satu saham memperoleh dividen sebesar US$0,00329 (bruto). Pelaksana tugas (Plt) Presiden Direktur dan CEO Vale Indonesia, Bernardus Irmanto, menjelaskan bahwa keputusan pembagian dividen didasarkan pada pertimbangan efisiensi kapital di pasar, serta adanya ruang untuk membagikan dividen dari kinerja tahun buku 2024.

Ringkasan

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) memproyeksikan penurunan rasio pembayaran dividen pada tahun depan seiring dengan fokus pada investasi jangka panjang. Produksi nikel matte diperkirakan menurun pada kuartal keempat 2025 akibat pemeliharaan fasilitas, meskipun penjualan bijih saprolit diproyeksikan melonjak. INCO akan mengalokasikan belanja modal yang besar pada tahun 2026 untuk berbagai inisiatif strategis.

Alokasi belanja modal yang besar diperkirakan akan mengubah posisi neraca keuangan perseroan dan berpotensi menekan dividend payout dibandingkan tahun 2024. Meskipun demikian, prospek pertumbuhan yang kuat dan terdiversifikasi dari proyek-proyek strategis diyakini akan mengkompensasi potensi tekanan tersebut. INCO juga menghadapi risiko penurunan harga jual dan kendala operasional yang berpotensi memengaruhi kinerja di masa mendatang.

Sponsored