Sponsored

Reformasi Polri: Isu Krusial UU Polri & Kebebasan Beragama Dikaji

Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian (KPRK) secara proaktif menggelar forum audiensi penting dengan berbagai lembaga masyarakat sipil. Pertemuan signifikan ini berlangsung di Gedung Kementerian Sekretariat Negara pada Selasa, 25 November. Audiensi ini mempertemukan KPRK dengan sejumlah organisasi terkemuka, di antaranya Setara Institute, Gusdurian, dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Sponsored

Selain audiensi, KPRK juga secara intensif melakukan konsultasi dengan sejumlah organisasi bantuan hukum dan hak asasi manusia. Diskusi mendalam ini melibatkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), serta Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI). Kehadiran beragam pihak ini menunjukkan komitmen KPRK dalam menyerap perspektif luas demi mewujudkan reformasi Polri yang komprehensif.

Jimly Asshiddiqie, selaku Ketua Komite Reformasi Kepolisian, menjelaskan bahwa forum audiensi dan konsultasi ini merupakan instrumen krusial untuk menjaring aspirasi masyarakat demi terwujudnya perbaikan Polri yang signifikan. Jimly menegaskan bahwa Komite telah menetapkan target kerja selama tiga bulan ke depan, terhitung sejak pelantikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 7 November lalu.

Jimly merinci rencana kerja KPRK, dengan fokus pada bulan pertama (November) untuk menghimpun usulan dan pendapat dari berbagai pihak. “Pada bulan pertama ini, kami akan fokus menyelesaikan penyerapan aspirasi. Tercatat ada lebih dari 100 kelompok yang telah menyampaikan masukan tertulis,” ungkap Jimly, menggambarkan antusiasme dan partisipasi publik yang tinggi.

Memasuki bulan kedua, yakni Desember, Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian akan berfokus pada pengelolaan dan klasifikasi aspirasi yang telah terkumpul. Jimly Asshiddiqie memaparkan bahwa aspirasi publik akan dibagi menjadi dua kategori utama untuk penanganan yang lebih efektif dan terstruktur.

Kategori pertama mencakup aspirasi yang memerlukan perubahan kebijakan berskala luas dan cenderung berimplikasi jangka panjang. Sementara itu, kategori kedua adalah aspirasi yang bersifat operasional atau terkait dengan keluhan dan laporan kasus-kasus spesifik. “Untuk kategori kedua, jika aspirasi tersebut masuk akal dan konstruktif, kami akan segera merekomendasikannya kepada Kapolri agar dapat ditindaklanjuti secara langsung,” jelas Jimly, menyoroti pendekatan responsif terhadap isu-isu mendesak.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008, Jimly Asshiddiqie, lebih lanjut menyampaikan bahwa Komite akan merilis rekomendasi kebijakan yang diharapkan akan berimplikasi pada revisi Undang-Undang Polri. “Kami menargetkan, pada akhir Januari, format dan arah kebijakan untuk reformasi kepolisian sudah dapat kami siapkan,” imbuhnya, memberikan gambaran jelas tentang lini masa dan luaran yang diharapkan.

Dalam kesempatan audiensi, Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet, Ketua FKUB, menyampaikan sejumlah catatan penting. Ia menyoroti persoalan krusial seperti suap, praktik jual beli hukum, serta lemahnya sistem penegakan hukum. Lebih lanjut, ia juga mengutarakan dugaan adanya pembayaran dalam proses kenaikan pangkat dan rekrutmen di kepolisian. “Upaya ini penting untuk menjaga negara, termasuk dalam menjaga kerukunan bangsa Indonesia,” tegasnya, menggarisbawahi dampak luas dari integritas kepolisian.

Senada, Halili Hasan, Direktur Eksekutif Setara Institute, menyoroti kecenderungan tindakan kepolisian yang kerap dinilai membatasi ruang gerak kelompok minoritas. Ia menyuarakan harapan agar langkah reformasi kepolisian yang sedang berjalan dapat menyentuh dan menyelesaikan isu-isu terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Halili Hasan berpendapat bahwa upaya reformasi Polri tidak seharusnya hanya terpaku pada penegakan hukum semata, melainkan juga harus mencakup langkah-langkah pencegahan yang proaktif. Ia menekankan peran vital polisi sebagai institusi yang harus menjaga netralitas dan memberikan perlindungan kepada seluruh warga negara tanpa pengecualian.

“Jadi, jika ada suatu kelompok yang hendak beribadah, hak mereka untuk beribadah itu harus dijamin oleh polisi. Begitu pula, jika ada warga yang ingin menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi, hak mereka untuk berdemonstrasi juga harus dijamin,” pungkas Halili Hasan, menegaskan prinsip perlindungan hak asasi yang universal oleh aparat kepolisian.

Ringkasan

Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian (KPRK) mengadakan audiensi dengan lembaga masyarakat sipil seperti Setara Institute, Gusdurian, dan FKUB, serta konsultasi dengan organisasi bantuan hukum dan HAM. Ketua KPRK, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan menjaring aspirasi masyarakat untuk perbaikan Polri. Komite menargetkan penyelesaian penyerapan aspirasi pada bulan November.

KPRK akan mengelola aspirasi menjadi dua kategori: perubahan kebijakan luas dan keluhan kasus spesifik. Jimly menyampaikan bahwa rekomendasi kebijakan diharapkan akan berimplikasi pada revisi UU Polri dan ditargetkan selesai pada akhir Januari. Isu krusial seperti suap, jual beli hukum, kebebasan beragama, dan perlindungan kelompok minoritas menjadi perhatian dalam reformasi ini.

Sponsored