Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,75 persen bulan ini. Namun, penurunan suku bunga kredit dan deposito di perbankan justru berjalan lebih lambat dari yang diharapkan. Perbedaan ini memicu pertanyaan mengenai faktor-faktor yang menghambat transmisi kebijakan moneter BI ke sektor riil.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa penurunan suku bunga deposito yang relatif kecil, hanya 16 basis poin (bps) dari 4,81 persen di awal 2025 menjadi 4,65 persen pada Agustus 2025, disebabkan oleh adanya special rate bagi deposan besar. Besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang mendapatkan special rate mencapai Rp 2.380,4 triliun, atau 25,4 persen dari total DPK. Hal ini, menurut Perry, menghambat penurunan suku bunga secara signifikan.
Situasi serupa juga terjadi pada suku bunga kredit. Penurunannya hanya mencapai 7 bps, dari 9,20 persen di awal 2025 menjadi 9,13 persen pada Agustus 2025. Selain pengaruh special rate, Perry juga menunjuk rendahnya permintaan kredit sebagai faktor penghambat. Terbukti dari masih tingginya angka undisclosed loan atau pinjaman yang belum dicairkan, yang mencapai Rp 2.372,1 triliun atau 22,71 persen dari plafon kredit yang tersedia.
BI menyadari perlunya percepatan penurunan suku bunga deposito dan kredit di perbankan. Langkah ini dinilai krusial untuk mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sejalan dengan program pemerintah. Ke depan, BI diharapkan dapat mendorong upaya lebih intensif agar transmisi kebijakan moneter berjalan lebih efektif dan merata.
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,75 persen, namun penurunan suku bunga kredit dan deposito di perbankan lebih lambat. Penurunan suku bunga deposito hanya 16 bps menjadi 4,65 persen, disebabkan oleh special rate untuk deposan besar senilai Rp 2.380,4 triliun (25,4% dari total DPK). Penurunan suku bunga kredit juga terbatas, hanya 7 bps menjadi 9,13 persen, dipengaruhi oleh special rate dan rendahnya permintaan kredit.
Tingginya undisclosed loan sebesar Rp 2.372,1 triliun (22,71% dari plafon kredit) menunjukkan rendahnya permintaan kredit. BI menyadari pentingnya percepatan penurunan suku bunga untuk mendorong penyaluran kredit dan pertumbuhan ekonomi, serta berupaya agar transmisi kebijakan moneter lebih efektif.