
Babaumma – , JAKARTA – Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi Asia-Pasifik akan mempertahankan pertumbuhan yang solid hingga tahun 2025. Namun, prospek ini dibayangi oleh sejumlah tekanan eksternal seperti kenaikan tarif Amerika Serikat (AS), gelombang proteksionisme, serta perlambatan permintaan global yang diperkirakan akan menahan laju ekspor kawasan dalam jangka pendek.
Dalam laporan Regional Economic Outlook for Asia and the Pacific edisi Oktober 2025, yang dirilis pada Jumat (24/10/2025), IMF merinci proyeksinya. Ekonomi Asia diprediksi tumbuh 4,5% pada 2025, sedikit menurun dari 4,6% pada 2024, sebelum melambat lebih lanjut menjadi 4,1% pada 2026. Angka ini menunjukkan adanya tren perlambatan moderat setelah kinerja yang kuat.
IMF mencatat, kinerja impresif pada paruh pertama 2025 didorong oleh lonjakan ekspor yang signifikan, sebagian besar akibat percepatan pengiriman barang jelang kenaikan tarif AS, ditambah dengan siklus teknologi global yang positif. Kondisi ini diperkuat oleh pelonggaran kebijakan moneter dan fiskal, yang berhasil menopang permintaan domestik di tengah kondisi keuangan global yang longgar dan pelemahan nilai dolar AS.
Kendati demikian, IMF memberikan peringatan serius bahwa efek negatif dari kenaikan tarif AS dan tekanan struktural jangka menengah akan mulai dirasakan secara substansial pada tahun 2026. “Risiko terhadap prospek pertumbuhan kawasan masih condong ke sisi negatif,” demikian tulis IMF, menyoroti kerentanan yang ada.
: Purbaya Setujui Dana Desa Jadi Jaminan Kopdes Merah Putih, Kredit Sudah Bisa Disalurkan
Meskipun tarif yang diberlakukan AS lebih rendah dari pengumuman awal pada April 2025 dan sejumlah kesepakatan dagang baru mulai terbentuk, IMF menilai dampak penuh dari kebijakan proteksionisme tersebut masih diselimuti ketidakpastian. Ketegangan perdagangan yang terus meningkat dinilai sebagai risiko utama yang dapat mengguncang prospek ekonomi Asia secara keseluruhan.
Lebih lanjut, ketidakpastian kebijakan perdagangan yang persisten berpotensi menekan investasi dan sentimen pasar lebih dalam dari perkiraan sebelumnya. Laporan IMF juga memaparkan bahwa kondisi keuangan yang lebih ketat, baik yang berasal dari faktor domestik maupun global, berisiko memperparah guncangan perdagangan dan meningkatkan kerentanan sosial-ekonomi di seluruh kawasan.
Dari sisi domestik, IMF menyoroti bahwa permintaan dalam negeri, khususnya konsumsi, di banyak negara Asia masih tertinggal dari tren sebelum pandemi. Kelemahan pada sektor jasa, penurunan pasar properti, dan rendahnya kepercayaan konsumen telah menjadi penghambat utama pemulihan lapangan kerja dan pendapatan, sehingga konsumsi masyarakat belum pulih sepenuhnya.
Selain itu, keterbatasan ruang fiskal akibat tingginya tingkat utang, lemahnya jaring pengaman sosial, serta ketidakefisienan dalam sistem keuangan turut menghambat pemulihan permintaan domestik. IMF juga mencatat bahwa meskipun keterbukaan perdagangan telah mendukung pertumbuhan sektor manufaktur, peningkatan produktivitas yang luas belum terwujud dan justru disertai dengan meningkatnya alokasi modal yang kurang tepat sasaran.
: Redam Ketegangan China-AS, Trump Bakal Bertemu Xi Jinping di KTT APEC
Untuk memperkuat ketahanan ekonomi kawasan, IMF merekomendasikan negara-negara Asia untuk mempercepat reformasi struktural guna mendorong pertumbuhan yang lebih berkelanjutan. Langkah-langkah penting yang diusulkan mencakup dukungan bagi sektor jasa, peningkatan efisiensi intermediasi keuangan, pengurangan distorsi investasi, serta pengembangan kebijakan adaptif untuk menghadapi tantangan penuaan populasi.
Lembaga keuangan global tersebut juga menekankan vitalnya integrasi perdagangan dan keuangan intra-regional sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan ekonomi dan mendukung pengembangan pasar keuangan lokal. Reformasi fiskal dinilai sangat krusial untuk mengelola tekanan pengeluaran yang besar dan mempersiapkan diri menghadapi potensi guncangan ekonomi di masa mendatang.
“Perkembangan pesat dalam kecerdasan buatan (AI) juga menghadirkan tantangan dan peluang baru yang menuntut pembaruan kerangka regulasi di kawasan,” tulis IMF, menggarisbawahi pentingnya adaptasi terhadap inovasi teknologi. IMF melihat potensi positif yang besar dari booming investasi berbasis AI, yang dapat mendorong ekspor, investasi, dan produktivitas melampaui perkiraan awal. Dengan reformasi kebijakan tambahan, dampak guncangan bisa diredam dan prospek pertumbuhan dapat membaik.
IMF menegaskan, “Penurunan ketegangan geopolitik juga akan membantu mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan investasi serta produktivitas,” menunjukkan bahwa stabilitas politik global adalah kunci penting untuk prospek ekonomi Asia-Pasifik yang lebih cerah.
Ringkasan
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia-Pasifik akan tetap solid hingga tahun 2025, namun prospek ini terancam oleh tekanan eksternal seperti kenaikan tarif AS dan gelombang proteksionisme global. Pertumbuhan ekonomi Asia diperkirakan melambat dari 4,6% pada 2024 menjadi 4,5% pada 2025, dan lebih lanjut menjadi 4,1% pada 2026. Kenaikan tarif AS dan tekanan struktural jangka menengah diperkirakan akan semakin terasa pada tahun 2026.
IMF merekomendasikan reformasi struktural untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan di Asia, termasuk dukungan sektor jasa, efisiensi intermediasi keuangan, dan pengurangan distorsi investasi. Integrasi perdagangan dan keuangan intra-regional juga penting untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Stabilitas politik global dan adaptasi terhadap perkembangan AI juga menjadi kunci penting untuk prospek ekonomi yang lebih cerah.