Sponsored

Aset Korupsi Satori Disita KPK: Nilai Fantastis dari BI dan OJK!

Babaumma  JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan keseriusannya dalam memberantas korupsi dengan menyita sejumlah aset milik tersangka Satori. Penyitaan ini merupakan bagian dari pengembangan kasus dugaan gratifikasi terkait program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sponsored

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa tindakan penyitaan tersebut dilakukan pada Selasa, 4 November 2025, di Cirebon, Jawa Barat. Aset-aset yang disita, yang diduga terkait dengan yayasan penerima bantuan, meliputi dua bidang tanah dan bangunan, dua unit mobil ambulans, dua unit mobil pribadi berjenis Toyota ELP dan Toyota Kijang, satu unit sepeda motor, serta delapan belas unit kursi roda. Keterangan ini disampaikan Budi dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip pada Kamis, 6 November 2025.

Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyitaan aset-aset ini didasari kuatnya dugaan bahwa semua properti tersebut merupakan hasil dari tindak pidana gratifikasi. Estimasi nilai total aset yang berhasil disita mencapai angka fantastis, yakni Rp10 miliar. Khusus untuk dua unit mobil ambulans, penyitaan diterapkan dalam bentuk penyimpanan sementara. Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa langkah progresif ini tidak hanya bertujuan untuk memperkuat alat bukti dalam penyidikan, tetapi juga merupakan tahapan krusial dalam upaya asset recovery atau pemulihan aset negara.

Dalam pusaran kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan dua individu sebagai tersangka utama, yaitu Heri Gunawan dan Satori. Keduanya diketahui merupakan mantan anggota Komisi XI DPR RI untuk periode 2019–2023, sebuah posisi strategis yang diduga disalahgunakan untuk melancarkan praktik gratifikasi.

Investigasi mendalam oleh penyidik mengungkap rincian penerimaan gratifikasi yang signifikan. Heri Gunawan diduga kuat menerima total Rp15,86 miliar. Dana tersebut berasal dari berbagai sumber, termasuk Rp6,26 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Sementara itu, Satori disinyalir menerima total Rp12,52 miliar, yang terbagi atas Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

Dana hasil gratifikasi yang fantastis ini, menurut dugaan penyidik, tidak digunakan sebagaimana mestinya melainkan dialihkan sepenuhnya untuk keperluan pribadi para tersangka. Modus penggunaannya beragam, mulai dari penempatan pada instrumen deposito, pembelian bidang tanah yang direncanakan untuk pembangunan showroom, hingga akuisisi berbagai aset pribadi lainnya yang tidak relevan dengan kepentingan publik.

Atas serangkaian perbuatan melawan hukum ini, kedua tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tak berhenti di situ, keduanya juga terancam jerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, menegaskan bahwa KPK tidak akan pandang bulu dalam menindak pelaku korupsi dan pencucian uang.

Ringkasan

KPK menyita aset milik tersangka Satori terkait kasus dugaan gratifikasi program CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penyitaan dilakukan di Cirebon meliputi tanah, bangunan, ambulans, mobil, motor, dan kursi roda dengan nilai total sekitar Rp10 miliar, yang diduga berasal dari tindak pidana gratifikasi. Penyitaan ini bertujuan untuk memperkuat bukti dan sebagai bagian dari asset recovery.

Dalam kasus ini, Heri Gunawan dan Satori, mantan anggota Komisi XI DPR RI, ditetapkan sebagai tersangka. Heri diduga menerima Rp15,86 miliar dan Satori Rp12,52 miliar dari BI, OJK, dan mitra kerja Komisi XI. Dana tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi, seperti deposito dan pembelian aset. Keduanya dijerat dengan pasal terkait korupsi, gratifikasi, dan TPPU.

Sponsored