Sponsored

QRIS dan BI-Fast Meledak: Transaksi Tembus Miliaran!

Bisnis.com, JAKARTA — Pesatnya perkembangan teknologi telah mendorong lonjakan signifikan dalam volume transaksi sistem pembayaran digital di Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat tren peningkatan ini terus berlanjut seiring waktu, menunjukkan adaptasi masyarakat yang semakin kuat terhadap ekosistem keuangan digital.

Sponsored

Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, menyoroti kinerja impresif BI-Fast, sistem pembayaran ritel yang diluncurkan pada tahun 2021. Sejak awal peluncurannya hingga September 2025, volume transaksi BI-Fast telah menembus angka 9,61 miliar, dengan nilai kumulatif mencapai Rp25 kuadriliun. “Kemajuan ini tercermin dari volume transaksi pembayaran digital yang tumbuh besar,” ungkapnya saat peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025, Senin (11/11/2025).

: BI Ungkap Jejak Digital QRIS Bisa jadi Dasar Penilaian Kelayakan Kredit

Selain BI-Fast, capaian luar biasa juga terlihat pada transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Menurut Fili, QRIS memainkan peran krusial dalam mempercepat peningkatan inklusi keuangan di tanah air. Hingga September 2025, QRIS telah mencatat 10,33 miliar transaksi, menjangkau 58 juta pengguna dan 41 juta merchant atau pedagang di seluruh Indonesia.

: Nobu Perluas Layanan QRIS Tap untuk Transportasi Umum

Dari total 41 juta merchant yang terintegrasi dengan QRIS, mayoritas, yakni lebih dari 90%, adalah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kontribusi QRIS terhadap UMKM ini secara langsung mendorong rasio inklusi keuangan nasional yang berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) telah menyentuh 75,02%.

Melihat pertumbuhan yang konsisten dan dukungan inovasi, BI memproyeksikan volume transaksi digital pembayaran akan melonjak empat kali lipat dari tahun 2024, mencapai 147,3 miliar transaksi pada 2030. “Peningkatan ini didorong paling tidak oleh dua hal utama, yaitu partisipasi generasi muda yang tinggi, serta derasnya inovasi teknologi,” jelas Fili.

: Bank Indonesia Perluas Penggunaan QRIS Tap di Bali

Namun demikian, di balik kemajuan transaksi digital, Fili mengingatkan adanya tantangan serius terkait risiko keamanan dan kejahatan digital. Seiring dengan peningkatan volume transaksi, pola kejahatan seperti fraud dan serangan siber juga semakin berkembang dan kompleks. Data dari HMS dan FBI memproyeksikan potensi kerugian global akibat kejahatan siber akan melonjak drastis, dari US$8,4 triliun pada 2022 menjadi US$23,8 triliun pada 2027.

Jenis serangan siber yang terdeteksi pun semakin canggih, meliputi middleware attack, account takeover, synthetic ID, AI-driven attack, hingga social engineering. Modus operandi yang beragam ini menuntut kewaspadaan tinggi dari semua pihak.

Oleh karena itu, Fili menegaskan pentingnya pengelolaan risiko fraud dan siber yang dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif. Ia mendorong seluruh pelaku industri untuk memperkuat sistem deteksi fraud (fraud detection system), menerapkan otentikasi yang kuat (strong authentication), serta mengimplementasikan prinsip know your merchant atau know your customer secara ketat.

“Peningkatan literasi digital dan perlindungan konsumen ini bukan hanya tanggung jawab regulator, tetapi juga tanggung jawab kita semua: regulator, industri, dan tentunya para pengguna,” pungkas Fili, menekankan perlunya sinergi untuk menciptakan ekosistem pembayaran digital yang aman dan terpercaya.

Sponsored