Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini mengisyaratkan adanya kenaikan persentase aturan Kewajiban Pasar Domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) untuk batu bara. Kebijakan ini terakhir kali mengalami penyesuaian pada tahun 2023, di mana persentase DMO batu bara meningkat sebesar 5% menjadi 25%.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XII pada Selasa (11/11), Bahlil menyatakan, “Kami akan merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya DMO batu bara. Mungkin hasil perubahannya, akan mengubah persentase DMO menjadi lebih dari 25%.” Selain potensi peningkatan persentase, aturan ini juga akan memberlakukan kewajiban bagi para eksportir batu bara untuk memenuhi kuota DMO terlebih dahulu sebelum memperoleh izin ekspor.
Di tengah dinamika pasar, Bahlil mengakui bahwa volume DMO batu bara sempat mengalami penyusutan secara tahunan pada pertengahan tahun ini. Fenomena ini disinyalir terjadi akibat minimnya minat eksportir untuk menjual batu bara ke pasar luar negeri, yang dipicu oleh pelemahan harga komoditas di kancah global.
Proyeksi suram mengenai masa depan ekspor batu bara Indonesia turut diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa. Ia memprediksi penurunan drastis ekspor batu bara Indonesia dalam lima tahun ke depan. Hal ini disebabkan oleh tren transisi energi yang semakin gencar di negara-negara pasar utama, di mana mereka mulai beralih menggunakan sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik.
“Negara-negara seperti Cina, India, dan yang ada di kawasan Asia Tenggara mulai berpindah,” ujar Fabby dalam acara Katadata Sustainability Action for the Future Economy (SAFE) 2025 dengan tema Green for Resilience di Hotel Kempinski, Jakarta, pada September (10/9). Pergeseran ini menjadi sinyal kuat bagi Indonesia untuk mengevaluasi strategi sektor batu bara.
Meskipun demikian, data menunjukkan bahwa pada tahun 2024, Indonesia berhasil memproduksi 836 juta ton batu bara, melampaui target yang ditetapkan sebanyak 710 juta ton atau mencapai 117%. Dari total produksi tersebut, 555 juta ton dialokasikan untuk ekspor, 233 juta ton untuk pemenuhan DMO, dan 48 juta ton sisanya menjadi stok. Namun, Fabby tetap memproyeksikan bahwa ekspor batu bara akan mulai menyusut signifikan tahun ini.
“Saya kira estimasinya kalau sampai akhir tahun ini bisa turun 20% – 25% dari ekspor (tahun lalu),” jelas Fabby. Menyoroti tren ini, Fabby menyarankan pemerintah agar mengevaluasi penerbitan izin produksi batu bara bagi perusahaan-perusahaan. Menurutnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia perlu mulai mengukur proyeksi ekspor masa depan secara lebih realistis.
Fabby menekankan pentingnya tidak membuat proyeksi yang terlalu optimistis karena hal tersebut berkaitan erat dengan penerimaan negara. “Jangan terlalu bullish. Oleh karena itu, era batu bara itu sudah lewat,” tegasnya, mengakhiri pandangannya tentang masa depan komoditas energi ini.