Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyatakan bahwa implementasi Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk benang kapas sejauh ini menunjukkan dampak yang minim. Kebijakan ini diperkirakan tidak akan serta-merta mendorong investasi baru di sektor industri benang kapas dalam waktu dekat.
Ketua Umum APSyFI, Redma Wirawasta, menjelaskan bahwa BMTP yang berlaku hingga 18 Oktober 2025 ini hanya akan sedikit meningkatkan kapasitas produksi industri benang. Ia memproyeksikan, kebijakan tersebut paling banter hanya akan menaikkan utilitas industri benang kapas sebesar 7%, sehingga mencapai sekitar 40% pada kuartal terakhir tahun ini. Redma menegaskan, dampak kebijakan ini belum akan memicu penambahan investasi baru. Ia memprediksi, suntikan modal segar baru akan terasa signifikan pada tahun 2027, itupun dengan asumsi utilitas industri benang kapas sudah hampir mencapai puncaknya. Pernyataan ini disampaikan Redma kepada Katadata.co.id pada Sabtu (25/10).
Minimnya efek BMTP benang kapas ini, menurut Redma, diakibatkan oleh melimpahnya volume kain kapas di pasar domestik. Fenomena ini menjadi krusial mengingat industri tekstil nasional telah terintegrasi penuh, mulai dari tahap pembuatan serat hingga produksi garmen.
Redma menduga, besarnya volume kain kapas impor tersebut disinyalir berasal dari praktik dumping yang dilakukan oleh produsen kain kapas dari Tiongkok dan India. Para produsen ini sengaja menjual produk mereka di bawah harga pasar di Indonesia dengan tujuan utama mengurangi kelebihan stok di negara asal mereka. Ia menambahkan, praktik dumping ini kian marak di Indonesia karena adanya tarif resiprokal yang diberlakukan pemerintah, yaitu tambahan 100% untuk produk dari Tiongkok dan 25% untuk produk dari India. Ini memaksa mereka mencari pasar lain untuk membuang stok.
Menariknya, Redma memproyeksikan volume kain kapas impor dapat kembali normal pada tahun 2027, meskipun saat ini pasar domestik masih dibanjiri oleh produk tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa dampak BMTP benang kapas akan tetap tidak signifikan selama aliran impor kain kapas ilegal masih terus membanjiri pasar nasional.
Isu impor ilegal ini selaras dengan pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang sebelumnya telah menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak tegas importir pakaian bekas. Praktik ini dinilai sangat merugikan industri dalam negeri. Purbaya bahkan memastikan akan memasukkan daftar hitam (blacklist) importir balpres demi melindungi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta produsen tekstil lokal dari serbuan barang impor ilegal tersebut.
Sebagai informasi, balpres merujuk pada pakaian bekas yang diimpor secara ilegal dan dikemas padat dalam karung besar. Purbaya menjelaskan, pemerintah telah mengantongi nama-nama para pemain utama dalam bisnis balpres ini. “Kita sudah tahu siapa saja pemain-pemainnya (importir balpres atau pakaian bekas). Kalau dia pernah main balpres, saya akan blacklist. Tidak boleh beli impor barang-barang lagi,” tegas Purbaya di Gedung Kemenkeu pada Rabu (22/10). Ia menambahkan, praktik impor pakaian bekas ini tidak hanya merugikan industri tekstil lokal, tetapi juga membebani keuangan negara. Barang sitaan harus dimusnahkan, dan negara tidak mendapatkan denda atau pemasukan, justru menanggung biaya pemusnahan serta biaya hidup bagi para pelaku yang dipenjara. “Saya tidak dapat duit, tidak didenda, saya rugi. Cuma mengeluarkan ongkos untuk memusnahkan barang itu, ditambah memberi makan orang-orang yang di penjara itu,” pungkasnya.
Ringkasan
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai implementasi Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk benang kapas belum berdampak signifikan terhadap investasi baru. BMTP diprediksi hanya menaikkan utilitas industri benang kapas sekitar 7% pada kuartal terakhir tahun ini dan penambahan investasi baru signifikan diperkirakan baru terasa pada tahun 2027.
Minimnya dampak BMTP ini disebabkan oleh tingginya volume kain kapas impor, yang diduga berasal dari praktik dumping oleh produsen dari Tiongkok dan India. Pemerintah juga berkomitmen untuk menindak tegas importir pakaian bekas (balpres) yang merugikan industri tekstil dalam negeri, bahkan akan memasukkan daftar hitam importir balpres.