Babaumma – Bank Indonesia (BI) dan pemerintah sepakat berbagi beban bunga (burden sharing) untuk meringankan biaya program ekonomi kerakyatan. Langkah ini diambil mengingat pertumbuhan ekonomi global yang masih lemah dan ekonomi domestik yang belum beroperasi pada kapasitas optimal.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa kebijakan moneter difokuskan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas perekonomian. Pembagian beban bunga ini diterapkan dengan membagi biaya bunga atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) untuk program perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Denny menambahkan, “Setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana pemerintah untuk kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik,” pembagian beban dilakukan dengan memberikan tambahan bunga pada rekening pemerintah di BI. Hal ini sesuai dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang BI Nomor 23 Tahun 1999, sebagaimana terakhir diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) juncto Pasal 22, dan selaras dengan Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Besaran tambahan beban bunga yang diberikan BI kepada pemerintah tetap sejalan dengan program moneter, dirancang untuk menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan ruang fiskal yang lebih luas. Tujuannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban masyarakat. BI mempertimbangkan inflasi yang terkendali, sesuai target 2,5 persen plus minus 1 persen, dan nilai tukar rupiah yang diperkirakan stabil, mendukung pencapaian sasaran inflasi.
Sejak September 2024, suku bunga acuan telah turun 125 basis poin (bps), mencapai level terendah sejak 2022. Stabilisasi nilai tukar rupiah diperkuat dengan intervensi di pasar off-shore melalui non-deliverable forward (NDF), serta intervensi di pasar domestik melalui pasar spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder.
BI juga melakukan ekspansi likuiditas melalui penurunan posisi instrumen moneter sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI) dari Rp 923 triliun pada awal 2025 menjadi Rp 715 triliun pada akhir Agustus 2025. Hingga akhir Agustus 2025, BI telah membeli SBN mencapai Rp 200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp 150 triliun.
Denny menekankan bahwa bauran kebijakan ini disinergikan dengan kebijakan fiskal, termasuk melalui pembelian SBN di pasar sekunder dan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp 384 triliun hingga 31 Agustus 2025. Digitalisasi sistem pembayaran juga terus didorong.
Sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetap berpedoman pada prinsip-prinsip kebijakan yang prudent, menjaga disiplin dan integritas pasar, serta sesuai kaidah kebijakan moneter yang hati-hati. Pembelian SBN di pasar sekunder dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian, sehingga kredibilitas kebijakan moneter tetap terjaga.
Jika Anda Ingin Anak-anak Sukses, Ajarkan 8 Keterampilan Ini Sejak Dini
Golkar Sebut Sikap Presiden Prabowo Atasi Demonstrasi Kedepankan Persatuan Nasional
Ringkasan
Bank Indonesia (BI) dan pemerintah berkolaborasi dalam skema burden sharing untuk mengurangi beban bunga program ekonomi kerakyatan seperti perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). BI membagi beban bunga SBN dengan memberikan tambahan bunga pada rekening pemerintah di BI, sesuai UU BI dan UU Perbendaharaan Negara. Kebijakan ini bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas, dengan mempertimbangkan inflasi dan nilai tukar rupiah yang stabil.
BI telah menurunkan suku bunga acuan dan melakukan intervensi di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Langkah lain termasuk ekspansi likuiditas melalui penurunan SRBI dan pembelian SBN, mencapai Rp 200 triliun hingga akhir Agustus 2025. Semua kebijakan ini disinergikan dengan kebijakan fiskal, berpedoman pada prinsip kehati-hatian dan transparansi untuk menjaga stabilitas perekonomian dan kredibilitas kebijakan moneter.