Sponsored

BI Rate November 2025: Ekonom LPEM FEB UI Prediksi Tetap!

JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) edisi November 2025 menjadi sorotan, dengan agenda utama penetapan suku bunga acuan. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memberikan rekomendasi krusial, yakni mempertahankan suku bunga BI Rate di tengah gelombang tantangan ekonomi.

Sponsored

LPEM FEB UI, dalam laporan “Seri Analisis Makroekonomi RDG BI November 2025,” menyatakan, “BI perlu mempertahankan suku bunga BI Rate sebesar 4,75 persen.” Rekomendasi ini muncul seiring dengan meningkatnya ekspektasi inflasi dan berlanjutnya arus modal keluar yang menjadi perhatian utama.

Memasuki kuartal terakhir tahun 2025, ekonomi Indonesia dihadapkan pada kombinasi kompleks antara tekanan inflasi domestik dan tantangan eksternal yang semakin nyata. Kehati-hatian investor pun turut meningkat, menambah dinamika dalam pengambilan keputusan kebijakan.

Data menunjukkan inflasi umum pada Oktober 2025 mencapai 2,86 persen *year on year* (yoy). Kenaikan ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk lonjakan harga pangan, gangguan pasokan yang mempengaruhi distribusi, serta tren kenaikan harga emas yang berkelanjutan. Bahkan, diperkirakan laju inflasi dapat terus meningkat hingga akhir tahun, terutama dipicu oleh peningkatan permintaan musiman menjelang hari raya.

Di sisi lain, arus modal keluar (capital outflow) juga menjadi perhatian serius. Meskipun The Fed (Bank Sentral AS) telah mengambil langkah menurunkan suku bunga, arus keluar modal justru meningkat. Pemicunya adalah kekhawatiran yang meningkat terkait risiko fiskal dan *quasi-fiskal*, terutama setelah pengumuman rencana pemerintah untuk mengambil alih utang proyek kereta api berkecepatan tinggi Whoosh.

Kondisi ini tercermin dari data investor asing yang mencatatkan arus keluar portofolio bersih sebesar 0,95 miliar dolar AS dalam rentang waktu pertengahan Oktober hingga pertengahan November 2025. Sebagian besar arus keluar ini disebabkan oleh aksi jual besar-besaran terhadap obligasi pemerintah.

Mengapa Mempertahankan Suku Bunga Acuan?

Menurut analisis LPEM FEB UI, mempertahankan suku bunga kebijakan di level 4,75 persen dalam RDG mendatang akan memiliki dampak positif signifikan. Langkah ini dinilai penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memperkuat kepercayaan pasar terhadap kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah terus berlanjut, bahkan sempat menyentuh level Rp 16.700 per dolar AS. Kondisi ini sejalan dengan berlanjutnya aliran modal keluar dari pasar keuangan Indonesia. Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap tren ini perlu dicermati.

Pertama, risiko terkait eksposur fiskal mengalami peningkatan seiring dengan kinerja pendapatan negara yang belum optimal. Hingga akhir September 2025, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 1.863,3 triliun, atau baru mencapai 65 persen dari target yang ditetapkan. Untuk mencapai target tahunan, diperlukan upaya ekstra keras pada kuartal terakhir tahun ini, meskipun kuartal IV biasanya menjadi periode puncak pengumpulan pendapatan.

Kedua, kekhawatiran pasar semakin meningkat setelah Presiden Prabowo mengumumkan rencana pemerintah pusat untuk mengambil alih utang proyek kereta api cepat Whoosh pada awal November. “Pengumuman tersebut memperkuat kekhawatiran yang sudah ada mengenai arah pengelolaan kewajiban kontinjensi secara keseluruhan,” jelas laporan tersebut.

Ketiga, potensi The Fed untuk mempertahankan suku bunga pada level saat ini di bulan Desember turut mempengaruhi dinamika pasar keuangan global. Kebijakan ini menjaga imbal hasil (yield) global tetap tinggi, sehingga mengurangi daya tarik relatif obligasi mata uang lokal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Akibatnya, investor asing cenderung melakukan aksi jual bersih (net selling). Meskipun demikian, imbal hasil obligasi pemerintah, baik untuk tenor 1 tahun maupun 10 tahun, justru mengalami penurunan selama periode tersebut. Imbal hasil obligasi 1 tahun turun dari 4,76 persen menjadi 4,62 persen, sementara imbal hasil obligasi 10 tahun turun dari 6,25 persen menjadi 6,18 persen.

“Dalam situasi ini, mempertahankan suku bunga kebijakan di level 4,75 persen akan memberikan jangkar yang diperlukan. Mempertahankan suku bunga akan membantu membatasi tekanan pada mata uang dan memperkuat kepercayaan terhadap kemandirian kebijakan BI,” pungkas laporan LPEM FEB UI.

Ringkasan

LPEM FEB UI merekomendasikan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan BI Rate sebesar 4,75 persen pada RDG November 2025. Rekomendasi ini didasarkan pada meningkatnya ekspektasi inflasi yang mencapai 2,86 persen (yoy) pada Oktober 2025 dan berlanjutnya arus modal keluar (capital outflow) yang mencapai 0,95 miliar dolar AS. Pemicu inflasi meliputi lonjakan harga pangan dan kenaikan harga emas, sementara capital outflow dipicu kekhawatiran risiko fiskal, terutama terkait pengambilalihan utang proyek kereta cepat Whoosh.

Mempertahankan suku bunga dinilai penting untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh Rp 16.700 per dolar AS dan memperkuat kepercayaan pasar terhadap kebijakan BI. Kekhawatiran pasar terhadap eksposur fiskal dan rencana pengambilalihan utang Whoosh semakin diperkuat oleh potensi The Fed untuk mempertahankan suku bunga tinggi, yang mengurangi daya tarik obligasi Indonesia dan mendorong investor asing melakukan aksi jual bersih.

Sponsored