Biodiversitas Terancam! Pemda Harus Segera Tetapkan Kawasan Konservasi

Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) secara tegas mendesak pemerintah daerah (Pemda) di seluruh Indonesia untuk segera mengambil langkah konkret. Permintaan ini berpusat pada penetapan High Conservation Value Area (HCVA) atau Kawasan Bernilai Penting bagi Keanekaragaman Hayati di wilayah masing-masing, sebuah inisiatif krusial untuk masa depan bangsa.

Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Implementasi Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Daerah, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyoroti penetapan HCVA sebagai agenda strategis yang tidak bisa ditunda. Langkah ini dianggap esensial untuk melestarikan kekayaan biodiversitas Indonesia yang tak ternilai, sekaligus menjamin keberlanjutannya sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang.

Hanif menjelaskan, HCVA memiliki cakupan yang sangat luas, melampaui sekadar area hutan. Kawasan ini meliputi ekosistem vital seperti gambut, savana, karst, perairan darat, hingga laut. Oleh karena itu, Pemda memegang peran sentral dalam merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah strategis demi perlindungan kawasan-kawasan bernilai penting ini secara efektif.

Untuk mendukung upaya tersebut, pemerintah pusat mendorong Pemda untuk menyusun Profil Kehati Daerah, yang akan menjadi dasar kuat dalam mengidentifikasi kawasan bernilai penting. Selanjutnya, Pemda diharapkan merancang Rencana Induk Pengelolaan yang komprehensif, serta membangun Taman Kehati. Taman ini tidak hanya berfungsi sebagai instrumen konservasi, melainkan juga sebagai sarana edukasi publik yang efektif mengenai pentingnya lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati.

Baca juga:

  • Emil Salim Terima Penghargaan Inspirator Investasi Berkelanjutan dari KEHATI
  • Indonesia Gandeng Inggris Lestarikan Biodiversitas TN Way Kambas
  • Pemerintah segera Susun Aturan Pelaksana UU Konservasi Hayati dan Ekosistem

Integrasi Kawasan Penting dalam Tata Ruang

Menambah bobot urgensi, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH/BPLH, Rasio Ridho Sani, menegaskan pentingnya integrasi kawasan-kawasan vital bagi keanekaragaman hayati ke dalam kebijakan tata ruang wilayah dan proses perizinan berusaha. Hal ini menjamin perlindungan tidak hanya bersifat ad-hoc, tetapi sistematis dan mengikat.

Menurut Rasio, upaya perlindungan tidak boleh terbatas hanya pada zona inti saja. Lebih dari itu, perlindungan harus mencakup koridor, area penyangga, hingga ekosistem yang berada di luar batas kawasan konservasi formal. Pendekatan holistik ini memastikan konektivitas ekologis dan keberlangsungan fungsi ekosistem secara menyeluruh.

Selain perlindungan, restorasi ekosistem yang rusak serta praktik pemanfaatan sumber daya yang ramah lingkungan dinilai sebagai kunci utama. Implementasi ini akan memastikan bahwa manfaat dari keanekaragaman hayati dapat dinikmati secara berkelanjutan oleh masyarakat luas.

Melihat ke depan pada Rakornas Kehati 2025, Rasio secara lugas menekankan vitalnya kolaborasi multipihak. Sinergi antara pemerintah pusat, Pemda, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat sipil merupakan fondasi utama untuk menyukseskan agenda HCVA.

Mengakhiri pernyataannya, Rasio mengajak seluruh elemen bangsa, “Mari kita jadikan keanekaragaman hayati sebagai modal bangsa, bukan sekadar warisan yang perlu dijaga, untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 yang lestari dan sejahtera.” Pernyataan ini menegaskan posisi keanekaragaman hayati sebagai pilar pembangunan berkelanjutan Indonesia.

Ringkasan

Pemerintah mendesak pemerintah daerah (Pemda) untuk segera menetapkan Kawasan Bernilai Penting bagi Keanekaragaman Hayati (HCVA) guna melindungi biodiversitas Indonesia. HCVA meliputi berbagai ekosistem, dan Pemda berperan penting dalam perencanaan dan implementasi perlindungan ini, termasuk menyusun Profil Kehati Daerah dan Rencana Induk Pengelolaan serta membangun Taman Kehati sebagai sarana edukasi.

Integrasi HCVA ke dalam tata ruang dan perizinan sangat penting untuk perlindungan yang sistematis. Perlindungan harus komprehensif, mencakup zona inti, koridor, dan area penyangga. Restorasi ekosistem dan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan, serta kolaborasi multipihak, dibutuhkan untuk keberhasilan pelestarian biodiversitas dan mendukung Visi Indonesia Emas 2045.

Tinggalkan komentar