Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), secara resmi memangkas suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin atau 0,25%. Penurunan ini membawa fed funds rate (FFR) ke kisaran 3,50%-3,75%. Keputusan ini diumumkan pada Rabu (10/12/2025) waktu setempat atau Kamis (11/12/2025) dini hari waktu Indonesia.
Dilansir dari Reuters pada Kamis (11/12/2025), pemangkasan ini menandai ketiga kalinya The Fed menurunkan suku bunga secara berturut-turut dalam tahun ini. Posisi suku bunga acuan 3,50%-3,75% ini menjadi yang terendah sejak Oktober 2022, menunjukkan komitmen bank sentral terhadap pelonggaran kebijakan.
Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, pasar memang telah memperkirakan The Fed akan kembali melakukan pemangkasan suku bunga untuk ketiga kalinya. Prediksi ini berpusat pada FOMC Meeting yang berlangsung antara 9 Desember hingga 10 Desember 2025. Namun, di balik keputusan ini, muncul kekhawatiran serius mengenai perpecahan internal yang disebabkan oleh potensi inflasi yang bergejolak, yang bisa saja menghentikan tren pelonggaran kebijakan selanjutnya.
Berdasarkan data dari CME Fed Watch, probabilitas The Fed untuk kembali menurunkan suku bunga acuan dalam Federal Open Market Committee Meeting bulan ini sangat tinggi, mencapai 87,6%. Keputusan final mengenai suku bunga ini dijadwalkan akan diumumkan pada pukul 14.00 waktu Washington, Rabu (10/12/2025), bersamaan dengan pernyataan resmi FOMC dan rilis proyeksi ekonomi terbaru. Ketua The Fed, Jerome Powell, dijadwalkan akan menggelar konferensi pers 30 menit setelah pengumuman tersebut.
Melansir Bloomberg pada Rabu (10/12/2025), kekhawatiran terhadap inflasi yang masih persisten memicu perpecahan tajam di internal bank sentral AS. Situasi ini berpotensi menghambat Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam memberikan sinyal yang jelas mengenai arah kebijakan moneter selanjutnya pada awal tahun 2026, menciptakan ketidakpastian di pasar.
Setelah dua kali pemangkasan suku bunga pada musim gugur tahun lalu, serta total penurunan sebesar 1,5% dalam 15 bulan terakhir, setiap tambahan pelonggaran kebijakan akan membawa suku bunga acuan semakin mendekati level yang secara signifikan mampu mendorong aktivitas ekonomi. Kondisi inilah yang justru ingin dihindari oleh sebagian pejabat The Fed, mengingat risiko yang menyertainya.
Beberapa pembuat kebijakan menilai posisi suku bunga saat ini sudah berada di level netral, yang berarti tidak secara aktif menahan maupun mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya disepakati. Perbedaan penilaian mengenai seberapa ketat kebijakan moneter saat ini diperkirakan kembali memicu perpecahan dalam keputusan, dengan beberapa analis memprediksi akan muncul hingga tiga suara berbeda atau dissenting opinion.
Tugas Jerome Powell untuk membangun konsensus di tengah kondisi ini semakin sulit, diperparah oleh minimnya data ekonomi terbaru. Hal ini merupakan dampak langsung dari penutupan sebagian pemerintahan AS yang berlangsung sepanjang Oktober hingga sebagian besar November. Data resmi ketenagakerjaan untuk November baru akan dirilis pada 16 Desember, disusul data inflasi dua hari setelahnya, sehingga The Fed harus membuat keputusan penting dengan informasi yang terbatas.
“Situasi ini memaksa The Fed berjalan di garis yang sangat tipis,” ujar Kepala Ekonom KPMG, Diane Swonk. Menurutnya, Powell tidak akan mampu memberikan kepastian mengenai langkah kebijakan berikutnya ketika menghadapi wartawan seusai rapat. “Dia harus mewakili spektrum pandangan yang sangat ekstrem satu sama lain, dan itu bukan pesan yang mudah disampaikan,” pungkas Swonk, menyoroti tantangan komunikasi yang dihadapi pimpinan bank sentral tersebut.