Sponsored

Gen Z Melek Finansial: Jurus Ampuh Atur Keuangan di Era Digital

Jakarta dipenuhi semangat literasi keuangan saat anak-anak muda memadati acara Katadata Financial Healing di Taman Literasi Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (14/11). Talkshow yang diinisiasi oleh Katadata, bekerja sama dengan Bank Mandiri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta didukung oleh Jaringan Prima, ini mengangkat tema krusial: literasi keuangan bagi Generasi Z.

Sponsored

Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, menekankan bahwa agenda ini dirancang khusus untuk membekali generasi muda dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengelolaan keuangan. Pemilihan topik financial healing bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengelola keuangan dengan bijak, terutama di era digital yang penuh godaan konsumtif.

“Istilah ‘healing’ memang sedang populer di kalangan anak muda. Sedikit lelah, langsung merasa butuh healing. Tapi, konsep financial healing masih sangat asing,” ungkap Friderica, menyoroti perlunya perubahan perspektif.

Lebih lanjut, ia mengingatkan para anak muda untuk berani menolak gaya hidup hedonis yang seringkali dipamerkan di media sosial. Dorongan untuk sekadar mengikuti tren dan mendapatkan validasi online seringkali menjerumuskan pada perilaku konsumtif yang tidak terkendali.

“Melalui pembahasan hari ini, kami berharap anak-anak muda Indonesia mampu merencanakan masa depan dengan lebih matang, tidak lagi методом проб и ошибок,” jelas Friderica, menekankan pentingnya perencanaan keuangan yang terstruktur.

Di hadapan para peserta, Friderica mengingatkan bahwa kesehatan finansial adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan yang holistik. Kondisi keuangan yang sehat berdampak langsung pada kesehatan mental. Oleh karena itu, pengelolaan keuangan yang bijak, yang dimulai dengan membangun kebiasaan baik, menjadi sebuah keharusan.

“Jika kita mampu mengelola keuangan dengan baik, tingkat stres yang kita alami akan semakin berkurang,” tegas Friderica, menggarisbawahi hubungan erat antara keuangan dan kesejahteraan mental.

Survei terbaru tentang inklusi keuangan menunjukkan adanya peningkatan literasi keuangan di masyarakat Indonesia. Namun, ironisnya, jumlah masyarakat yang menjadi korban penipuan (scam) juga masih tinggi.

OJK mencatat lebih dari 3.000 laporan terkait scam, dengan total kerugian mencapai Rp7,3 triliun. Modus penipuan yang paling sering dilaporkan meliputi penipuan belanja daring, panggilan palsu (fake-call), investasi bodong, penipuan lowongan kerja, hingga penipuan berkedok hadiah.

Penipuan lowongan kerja menjadi salah satu yang paling mengkhawatirkan, dengan ribuan laporan masuk. Banyak korban tergiur dengan iming-iming gaji tinggi untuk pekerjaan ringan, seperti sekadar menyukai konten atau tugas-tugas sederhana lainnya. “Penipuan kerja seperti ini jelas too good to be true,” kata Friderica, memperingatkan agar lebih waspada.

Ia juga menyoroti penggunaan paylater dan pinjaman online (pinjol) yang seringkali menjebak anak muda dalam lingkaran utang akibat gaya hidup konsumtif. “Financial healing bukan hanya sekadar menambal keuangan yang bocor, tetapi juga tentang bagaimana menghindari pemborosan akibat efek scrolling media sosial dan gaya hidup konsumtif,” jelasnya.

Friderica menyarankan agar anak muda mengenali trauma keuangan dari masa kecil dan membangun kebiasaan baru agar tidak “lebih besar pasak daripada tiang.” Ia menambahkan bahwa banyak tokoh sukses yang justru menjadikan pengalaman masa kecil yang sulit sebagai motivasi untuk mencapai kebebasan finansial (financial freedom).

Yura Syahrul, Pemimpin Redaksi Katadata.co.id, menambahkan bahwa masalah keuangan tidak hanya dialami oleh anak muda, tetapi juga oleh orang tua. Oleh karena itu, pemahaman tentang literasi keuangan relevan untuk semua kalangan.

Data OJK menunjukkan bahwa kelompok usia 25–30 tahun memiliki tingkat literasi tertinggi, sementara usia 17 tahun berada di posisi terendah. “Jadi, kita harus bisa memahami diri sendiri agar secara sadar dan terencana mengelola keuangan demi masa depan yang cerah,” ujarnya.

Alpine Jataku Pribandhy, Creative Lead PT Bank Jago Tbk, berbagi pengalaman pribadinya tentang pentingnya memahami kebutuhan diri. Ia mengaku sempat menyesal mengambil cicilan rumah pada usia 28 tahun karena lokasinya yang jauh.

“Karena lokasinya jauh, saya jadi harus naik-turun busway (TransJakarta). Padahal, saya inginnya tinggal di lokasi yang dekat kemana-mana. Jadi, penting untuk memahami diri sendiri,” kata Alpine, menekankan pentingnya mempertimbangkan gaya hidup saat membuat keputusan finansial.

Alpine juga menyinggung konsep self reward yang sering dikaitkan dengan kesehatan mental. Keinginan untuk mengikuti tren, seperti liburan atau konser, menurutnya sah-sah saja asalkan anggarannya sudah disiapkan.

“Nonton konser ke Bali enggak apa-apa, asalkan budget sudah disiapkan. Jangan mengambil dari budget lain,” wanti-wantinya, mengingatkan pentingnya disiplin anggaran.

Talkshow Katadata Financial Healing merupakan bagian dari Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2025 yang diperingati setiap bulan Oktober. Melalui acara ini, para peserta diajak untuk memahami bahwa literasi keuangan tidak bisa dipelajari setengah-setengah. Tujuannya adalah untuk membantu masyarakat merancang masa depan yang lebih baik melalui pengelolaan keuangan yang cerdas dan terencana.

Sponsored