Babaumma – JAKARTA — Prediksi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir 2025 cenderung terbatas, menurut sejumlah analis. Pandangan beragam muncul terkait potensi pertumbuhan IHSG, mencerminkan kompleksitas faktor yang mempengaruhinya.
Kiwoom Sekuritas, misalnya, mempertahankan proyeksi IHSG. Liza Camelia Suryanata, Head Riset Kiwoom Sekuritas, mengatakan target konservatif berada di level 7.500, sedangkan proyeksi moderat di kisaran 7.800–7.900, dan skenario terbaik di angka 8.000. Alasannya? Ekspektasi pendapatan emiten belum berubah signifikan, dan valuasi pasar masih tergolong netral. Saat ini, IHSG diperdagangkan pada price-to-earnings ratio (PER) forward 14,8x per akhir Juli 2025, di bawah rata-rata historis lima tahun (15,5x). Namun, valuasi premium mulai terlihat di sektor batu bara dan smelter, didorong euforia hilirisasi.
Kendati demikian, mencapai level psikologis 8.000 pada Agustus 2025 dianggap masih ambisius. Ketidakstabilan sentimen global dan domestik, keluarnya modal asing (capital outflow), dan kinerja emiten perbankan yang lesu menjadi penghambat utama. Meskipun indeks dolar AS (DXY) sempat melemah, rupiah sempat tertekan hingga Rp16.500 per US$, sebelum menguat kembali ke Rp16.388 per US$.
Laporan kinerja semester I/2025 menunjukkan hasil yang beragam. Sektor energi, tambang, dan infrastruktur tampil solid berkat harga komoditas dan stimulus pemerintah. Sebaliknya, sektor properti, perbankan kecil, dan barang konsumsi belum sepenuhnya pulih. Kondisi ini turut mewarnai perbedaan pandangan para analis.
Reza Priyambada, Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk. (RELI), memperkirakan IHSG akan bergerak di rentang 7.200–7.800 hingga akhir tahun, menunggu sentimen positif lebih lanjut. Menurutnya, penguatan IHSG saat ini masih wajar jika didukung sentimen positif, dengan pelaku pasar memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk masuk kembali. Namun, pertumbuhan moderat emiten di semester I/2025 dan kondisi makro yang belum sepenuhnya membaik membatasi potensi kenaikan IHSG.
Pandangan yang lebih konservatif datang dari Rully Wisnubroto, Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia. Ia menilai banyak emiten yang kinerjanya di bawah ekspektasi pasar pada semester I/2025, sehingga memproyeksikan IHSG di level 6.900.
Sementara itu, David Kurniawan, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, melihat peluang kenaikan IHSG masih terbuka. Dengan PER sekitar 11 kali, IHSG masih jauh dari rekor PER 16–17 kali sebelum memasuki fase bubble. Namun, ia mengingatkan investor untuk berhati-hati mengingat kenaikan IHSG sebesar 8% hanya dalam bulan Juli 2025. Sektor energi (panas bumi dan batu bara) serta properti dan kawasan industri masih menjanjikan, sedangkan sektor konsumsi primer tertekan dan emiten teknologi masih berjuang untuk profitabilitas berkelanjutan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Prediksi IHSG hingga akhir 2025 beragam, dengan proyeksi berkisar antara 6.900 hingga 8.000. Beberapa analis, seperti Kiwoom Sekuritas, memproyeksikan IHSG di level 7.500-8.000, didorong sektor energi dan infrastruktur, tetapi dihambat oleh sentimen global dan kinerja emiten perbankan yang kurang optimal. Reliance Sekuritas memperkirakan rentang 7.200-7.800, sedangkan Mirae Asset Sekuritas lebih konservatif dengan proyeksi 6.900.
Perbedaan proyeksi ini mencerminkan kinerja emiten yang beragam di semester I 2025. Sektor energi dan tambang menunjukkan kinerja solid, sementara sektor properti dan perbankan masih belum pulih sepenuhnya. Meskipun ada potensi kenaikan IHSG, investor perlu berhati-hati mengingat ketidakstabilan global dan kenaikan yang signifikan pada bulan Juli 2025. Sektor energi, properti, dan kawasan industri dinilai menjanjikan, sedangkan sektor konsumsi dan teknologi masih perlu diwaspadai.