Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkuat sinergi dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global. Pertemuan penting ini berlangsung di Paviliun Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Belem, Brasil. KLHK secara aktif mendorong kolaborasi erat dengan seluruh elemen masyarakat sipil untuk mewujudkan aksi iklim yang efektif dan berkelanjutan.
“Dukungan dan peran aktif masyarakat sipil sangat krusial sebagai jembatan antara kebijakan pemerintah dan implementasi di lapangan. Untuk itu, KLHK berencana membentuk Forum CSO-KLHK, wadah dialog rutin dan terkoordinasi,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan/Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, usai pertemuan dengan perwakilan OMS di Belem, Brasil, Rabu (12/11).
Dalam pertemuan tersebut, berbagai OMS menyampaikan pandangan mendalam dan catatan strategis terkait arah kebijakan iklim nasional. Nadya Hadad dari Madani Berkelanjutan menekankan pentingnya pelibatan masyarakat rentan dalam setiap kebijakan adaptasi perubahan iklim.
“Masyarakat sipil siap menjadi mitra pemerintah dalam mengawal Second National Determined Contribution (SNDC) dan memastikan aksi iklim memberikan manfaat nyata bagi kelompok yang paling membutuhkan,” tegas Nadya.
Ari Mochamad dari WWF Indonesia menyoroti aspek keadilan dalam instrumen ekonomi lingkungan. Ia mengingatkan agar mekanisme perdagangan karbon (carbon trading) tidak hanya dipandang sebagai transaksi finansial semata, melainkan sebagai bagian integral dari upaya membangun ketahanan iklim (climate resilience) secara komprehensif.
“Instrumen ekonomi lingkungan harus adil dan berpihak pada masyarakat. Narasi tentang ketahanan iklim perlu diperkuat agar masyarakat luas memahami esensinya dengan benar,” kata Ari.
Aksi Iklim Perlu Melibatkan Komunitas
Para perwakilan OMS juga mendorong agar pendanaan iklim global lebih difokuskan pada aksi nyata di tingkat komunitas, bukan hanya untuk program peningkatan kapasitas birokrasi. Mereka berpendapat bahwa pendekatan berbasis masyarakat (community-based approach) akan menciptakan dampak yang lebih langsung, berkelanjutan, dan inklusif.
Pelibatan masyarakat di tingkat akar rumput juga menjadi perhatian utama. Vanesha Manuturi dari Organisasi Kota Kita menekankan perlunya memperluas jangkauan Program Kampung Iklim (ProKlim) hingga ke tingkat perkotaan.
“Memperluas Program Kampung Iklim hingga menjangkau warga di tingkat kota adalah langkah strategis agar masyarakat dapat berpartisipasi secara langsung dalam aksi iklim lokal,” jelas Vanesha.
Sementara itu, Yobel Yaksa dari Yayasan Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), sebuah organisasi lingkungan yang berbasis di Bandung, menyoroti pentingnya pengelolaan sampah organik sebagai bagian integral dari strategi pengurangan emisi gas rumah kaca.
“Pengelolaan sampah organik memiliki potensi besar dalam menekan emisi metana, sekaligus memberdayakan pemulung dan pekerja sektor informal dalam rantai ekonomi sirkular,” ungkap Yobel.
Menanggapi berbagai masukan konstruktif tersebut, KLHK menegaskan kembali komitmennya untuk membuka ruang kolaborasi lintas sektor, baik di tingkat nasional maupun global.
Hanif menyampaikan bahwa hasil dialog ini akan menjadi dasar penguatan kemitraan berkelanjutan dengan OMS, sehingga upaya penurunan emisi dan adaptasi iklim tidak hanya berhenti pada tataran negosiasi, tetapi benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di seluruh Indonesia.
“Aksi iklim bukan hanya tentang diplomasi di meja perundingan, tetapi tentang perubahan nyata yang dirasakan warga di lapangan. Itulah arah kerja KLHK ke depan,” pungkas Hanif.
Ringkasan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memperkuat kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) dalam mengatasi perubahan iklim, salah satunya melalui pembentukan Forum CSO-KLHK. Pertemuan di COP30 Brasil menekankan pentingnya peran OMS sebagai jembatan antara kebijakan pemerintah dan implementasi di lapangan, serta perlunya pelibatan masyarakat rentan dalam setiap kebijakan adaptasi iklim.
OMS mendorong agar pendanaan iklim global lebih difokuskan pada aksi nyata di tingkat komunitas dan memperluas program seperti Kampung Iklim ke perkotaan. KLHK berkomitmen untuk membuka ruang kolaborasi lintas sektor dan memastikan bahwa aksi iklim memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.