Sponsored

KPK Tetapkan Komut PT Inti Alasindo Tersangka Korupsi Jual Beli Gas PGN

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy (IAE) Arso Sadewo (AS) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam perjanjian jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara atau PGN Tbk tahun 2017-2021. Usai penetapan tersangka, KPK langsung menahan Arso. 

Sponsored

“KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 21 Oktober-9 November 2025,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (21/10). 

Asep mengatakan penahanan terhadap Arso Sadewo dilakukan di Rumah Tahanan Cabang KPK. Menurut Asep Arso Sadewo diduga memberikan biaya komitmen sebesar 500 ribu dolar Singapura kepada mantan Direktur Utama PT PGN Hendi Prio Santoso atas perjanjian jual beli gas tersebut.

“Atas perbuatannya, tersangka AS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” ujarnya.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi jual beli gas tersebut bermula dari pengesahan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN Tahun 2017 pada tanggal 19 Desember 2016. Dalam RKAP tersebut, tidak terdapat rencana PT PGN untuk membeli gas dari PT IAE. 

Meski demikian, pada tanggal 2 November 2017 terjadi penandatanganan dokumen kerja sama antara PT PGN dan PT IAE setelah melalui beberapa tahapan. Selanjutnya pada tanggal 9 November 2017, PT PGN membayar uang muka sebesar 15 juta dolar Amerika Serikat.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yakni Komisaris PT IAE pada tahun 2006–2023 Iswan Ibrahim dan Direktur Komersial PT PGN periode 2016-2019 Danny Praditya. Kemudian pada 1 Oktober 2025, KPK mengumumkan mantan Dirut PGN Hendi Prio Santoso sebagai tersangka kasus tersebut, dan langsung menahannya.

Sementara berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara dalam tindakan tersebut mencapai US$ 15 juta atau setara Rp 247 miliar. 

Sponsored