Pemerintah, melalui Kementerian Perumahan dan Pengembangan Kawasan (KPKP), telah mengalokasikan dana sebesar Rp 130 triliun untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus perumahan. Program ini dirancang untuk mendorong pertumbuhan sektor perumahan dan UMKM di Indonesia.
Dari total dana tersebut, Rp 117 triliun dialokasikan untuk UMKM pengembang perumahan, sementara Rp 13 triliun ditujukan bagi UMKM yang membutuhkan rumah sebagai lokasi usaha. Program ini menargetkan UMKM dengan modal maksimal Rp 10 miliar dan omzet tidak lebih dari Rp 50 miliar.
Sekretaris Jenderal Kementerian PKP, Didyk Choiroel, menjelaskan lebih lanjut. UMKM di bidang properti akan mendapatkan plafon KUR antara Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar per UMKM. Sedangkan UMKM yang membutuhkan rumah untuk usaha akan mendapatkan plafon Rp 10 juta hingga Rp 500 juta. “KUR Perumahan diharapkan mampu meningkatkan pasokan perumahan, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi risiko kredit di sektor perumahan,” ujar Didyk di Wisma Danantara Indonesia, Senin (8/9).
Untuk mendapatkan KUR Perumahan, UMKM perlu memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: memiliki usaha produktif, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Izin Berusaha (NIB), riwayat kredit yang baik (tanpa informasi negatif dari perbankan), belum pernah menerima KUR jenis lain, dan belum pernah menerima bantuan pemerintah lainnya. UMKM juga harus dapat membuktikan telah menjalankan usahanya minimal selama enam bulan.
Lebih lanjut, Didyk menjelaskan perbedaan KUR Perumahan dengan KUR umum. UMKM pengembang perumahan dapat mengajukan KUR hingga Rp 20 miliar maksimal empat kali akad kredit. Sementara UMKM individu maksimal mendapatkan Rp 500 juta dengan satu kali akad. Perbedaan krusial lainnya terletak pada agunan. KUR Perumahan mewajibkan agunan berupa objek usaha yang dibiayai, berbeda dengan KUR umum yang tidak mewajibkan agunan untuk plafon di bawah Rp 100 juta.
UMKM pengembang perumahan dapat memilih untuk tidak menyertakan penjamin jika nilai agunan sama dengan plafon KUR yang diterima. Namun, UMKM yang menggunakan KUR untuk pengembangan lokasi usaha wajib menyertakan penjamin. Besaran subsidi bunga pun bervariasi. Subsidi bunga sebesar 10% diberikan untuk plafon Rp 10 juta hingga Rp 100 juta, sedangkan untuk plafon di atas Rp 100 juta, subsidi bunga turun menjadi 5%.
Tenor KUR Perumahan juga bervariasi. Bagi pengembang perumahan, tenor mencapai 4 tahun untuk modal kerja dan 5 tahun untuk investasi. UMKM yang menggunakan KUR untuk pengembangan lokasi usaha mendapatkan masa tenggang hingga 5 tahun, sehingga tenor total bisa lebih dari 5 tahun, namun subsidi bunga hanya berlaku selama 5 tahun.
Ringkasan
Pemerintah menyediakan KUR Perumahan senilai Rp 130 triliun, terdiri dari Rp 117 triliun untuk UMKM pengembang perumahan dan Rp 13 triliun untuk UMKM yang membutuhkan rumah sebagai tempat usaha. Plafon KUR bervariasi, Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar untuk pengembang dan Rp 10 juta hingga Rp 500 juta untuk UMKM yang membutuhkan rumah usaha. Syaratnya meliputi usaha produktif, NPWP, NIB, riwayat kredit baik, dan usaha minimal 6 bulan.
UMKM pengembang perumahan dapat mengajukan KUR hingga Rp 20 miliar maksimal empat kali akad, sementara UMKM individu maksimal Rp 500 juta sekali akad. Agunan wajib berupa objek usaha yang dibiayai. Subsidi bunga 10% untuk plafon Rp 10 juta – Rp 100 juta, dan 5% untuk di atasnya. Tenor bervariasi, hingga 5 tahun untuk pengembang dan terdapat masa tenggang hingga 5 tahun untuk UMKM yang menggunakan KUR untuk lokasi usaha.