Sponsored

Perang Dagang AS-China: IHSG Pulih, Ini Daftar Saham Potensi Cuan!

Mengukur Daya Tahan IHSG Menghadapi Perang Dagang yang Berkecamuk Lagi

Sponsored

JAKARTA — Perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali menunjukkan gelagat memanas di akhir pekan lalu, menghadirkan kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkannya pada pasar modal. Gejolak ini diperkirakan akan memicu volatilitas jangka pendek bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Melansir data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada perdagangan Senin (13/10/2025) ditutup melemah 0,37% atau kehilangan 30,65 poin, bergerak menuju level 8.227,20. Sepanjang sesi perdagangan yang berlangsung, indeks komposit ini sempat menyentuh titik terendah 8.133,62 sebelum akhirnya mencapai posisi tertinggi di 8.288,27.

Pergerakan pasar menunjukkan sebanyak 240 saham menguat, sementara 438 saham mengalami penurunan, dan 126 saham sisanya bergerak stagnan. Total kapitalisasi pasar atau market cap tercatat mencapai angka Rp15.535 triliun, merefleksikan valuasi pasar yang signifikan.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment dari Pilarmas Investindo Sekuritas, menjelaskan bahwa situasi perang dagang AS-China yang kembali memanas ini akan membawa dampak berupa peningkatan volatilitas IHSG dalam jangka pendek. Menurut Nico, gejolak ini bersifat temporer, dan pasar memiliki potensi untuk kembali pulih dalam periode jangka menengah hingga panjang.

Lebih lanjut, Nico mengidentifikasi adanya prospek penguatan IHSG yang bisa didorong oleh momentum window dressing di penghujung tahun. Namun, ia mengingatkan bahwa sentimen positif ini berpotensi tertahan jika kedua negara adidaya, AS dan China, gagal mencapai kesepakatan terkait isu dagang mereka.

Nico juga memandang bahwa peningkatan ketegangan dagang ini merupakan cerminan dari ketidakpastian yang lebih luas di skala global. Meskipun demikian, ia mencermati bahwa China, sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia, menunjukkan sikap yang lebih tenang dan siap dalam menghadapi tantangan ini. China, menurut Nico, memancarkan keyakinan bahwa perekonomiannya akan tetap tangguh bahkan tanpa ketergantungan penuh pada Amerika Serikat.

Posisi strategis China dalam rantai pasok global turut disoroti, terutama mengingat dominasinya dalam produksi rare earth—bahan baku krusial bagi banyak industri—yang pada tahun 2024 diperkirakan mencapai hampir 70% dari total produksi dunia. Dengan kekuatan ini, Nico optimis bahwa tekanan terhadap perekonomian China dan, secara tidak langsung, Indonesia, akan bersifat jangka pendek. Ia menegaskan, “Sebagai mitra dagang China, tekanan mungkin akan terjadi secara jangka pendek. Namun secara jangka menengah hingga panjang, kami yakin China akan baik adanya.”

Ketika berbicara mengenai dampak sektoral, Nico berpendapat bahwa seluruh sektor akan merasakan imbas dari kembali memanasnya perang dagang ini, namun dengan tingkat eksposur yang bervariasi. Ia menekankan pentingnya investor untuk mencermati eksposur pada sektor-sektor tertentu. Sebagai contoh, saham yang memiliki aksi korporasi signifikan, seperti kasus CUAN pada hari tersebut, dapat menunjukkan pergerakan harga yang tidak terbendung dan terus menguat, terlepas dari sentimen perang dagang.

Dalam menghadapi dinamika ketegangan dagang AS-China ini, Nico merekomendasikan beberapa sektor saham yang patut menjadi pertimbangan. Sektor-sektor tersebut meliputi teknologi, basic materials, industrial, energy, property, consumer non-cyclical, dan finansial.

Disclaimer: Artikel ini disajikan semata-mata sebagai informasi dan tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada pada pertimbangan dan risiko pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang mungkin timbul dari keputusan investasi yang dibuat oleh pembaca.

Ringkasan

Perang dagang AS-China diperkirakan akan memicu volatilitas jangka pendek pada IHSG. Meskipun IHSG sempat melemah, terdapat keyakinan bahwa pasar akan pulih dalam jangka menengah hingga panjang, didorong oleh potensi window dressing di akhir tahun. China, sebagai mitra dagang utama Indonesia, dianggap memiliki ketahanan ekonomi yang baik dalam menghadapi tantangan ini.

Seluruh sektor saham akan merasakan dampak perang dagang, namun dengan tingkat eksposur yang berbeda. Investor disarankan untuk mencermati sektor-sektor seperti teknologi, basic materials, industrial, energy, property, consumer non-cyclical, dan finansial. Saham dengan aksi korporasi signifikan juga dapat menunjukkan pergerakan harga yang kuat terlepas dari sentimen perang dagang.

Sponsored