Babaumma – JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa rencana pengenaan cukai pada produk popok (diapers), alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah masih bergulir dalam tahap kajian ilmiah yang mendalam.
Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Kemenkeu, menyampaikan bahwa pembahasan mengenai potensi pengenaan cukai pada ketiga jenis produk tersebut masih dalam fase policy review atau peninjauan kebijakan berbasis riset.
“Saat ini, karena masih dalam tahap kajian ilmiah, belum ada target penerimaan negara yang ditetapkan terkait dengan potensi cukai ini,” jelas Nirwala melalui keterangan tertulis kepada Bisnis, Kamis (13/11/2025).
Baca Juga: Hipmi Minta Single Profile Pajak hingga Bea Cukai Tak Bebani Pengusaha
Lebih lanjut, Nirwala menerangkan bahwa kajian ilmiah yang tengah dilakukan oleh Kemenkeu merupakan implementasi dari program penanganan sampah laut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 83 Tahun 2018.
Selain itu, kajian ini juga merespons masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 2020, yang mengusulkan agar pembahasan mengenai cukai plastik tidak terbatas hanya pada kantong plastik saja, melainkan juga mencakup produk-produk plastik sekali pakai lainnya.
Baca Juga: Terungkap! Ini Tujuan Purbaya Ingin Terapkan Single Profile Pajak hingga Bea Cukai
“Menindaklanjuti hal tersebut, pada tahun 2021 dilakukan kajian mendalam terhadap diapers, tisu basah, dan alat makan sekali pakai. Tujuannya adalah untuk memetakan opsi produk yang secara teoritis memenuhi kriteria sebagai Barang Kena Cukai (BKC),” imbuh Nirwala.
Pejabat eselon II di lingkungan Ditjen Bea Cukai tersebut kemudian menjelaskan bahwa cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan pada barang-barang tertentu yang memenuhi kriteria spesifik. Kriteria tersebut meliputi barang yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, penggunaannya menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan, atau penggunaannya layak dikenakan pungutan demi keadilan dan keseimbangan.
Merujuk pada dokumen Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 70/2025 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025-2029, Kemenkeu mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan kajian untuk menggali potensi penerimaan negara melalui perluasan basis pajak, kepabeanan, dan cukai, serta pemetaan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui penyusunan kajian potensi BKC yang mencakup diapers dan alat makan serta minum sekali pakai, serta kajian ekstensifikasi cukai tisu basah dan perluasan basis penerimaan melalui usulan kenaikan batas atas Bea Keluar Kelapa Sawit.
Kendati demikian, perlu dicatat bahwa pemerintah dan DPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 belum memasukkan potensi penerimaan dari cukai popok, alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah ke dalam asumsi penerimaan negara dari sektor cukai.
Sebaliknya, produk yang telah dimasukkan ke dalam asumsi penerimaan negara pada APBN tahun depan adalah Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Namun, implementasi pengenaan cukai MBDK di lapangan masih menunggu peraturan pelaksana dari undang-undang terkait.
Ringkasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang melakukan kajian mendalam mengenai potensi pengenaan cukai pada popok, alat makan sekali pakai, dan tisu basah. Pembahasan ini masih dalam tahap policy review atau peninjauan kebijakan berbasis riset dan belum ada target penerimaan negara yang ditetapkan.
Kajian ilmiah ini merupakan implementasi dari program penanganan sampah laut sesuai Perpres No. 83 Tahun 2018 dan menindaklanjuti usulan DPR tahun 2020 untuk memperluas pembahasan cukai plastik tidak hanya pada kantong plastik. Pemerintah dan DPR belum memasukkan potensi penerimaan dari cukai popok, alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah ke dalam asumsi penerimaan negara pada APBN 2026.