Ribka Tjiptaning, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menegaskan kesiapannya menghadapi laporan yang dilayangkan oleh Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) ke Bareskrim Polri. Laporan ini merupakan buntut dari pernyataannya yang kontroversial, di mana ia secara blak-blakan menyebut mantan Presiden Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat.”
Dalam keterangannya pada Jumat (14/11), Ribka menyampaikan bahwa jika proses hukum ini berlanjut hingga ke meja hijau, ia yakin akan ada jutaan korban beserta keluarga korban kejahatan rezim Soeharto yang siap untuk bersaksi dan “pasang badan”. Ia secara spesifik menyebut para korban peristiwa ’65, Penembakan Misterius (Petrus), Tanjung Priok, Lampung, Aceh, Papua, bahkan hingga Timor Leste, yang disebutnya siap memberikan kesaksian.
Ribka bahkan menyoroti fakta bahwa para korban penculikan di era Orde Baru kini justru bekerja di dalam pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto. “Korban penculikan pun bahkan sekarang bekerja dalam pemerintahan Prabowo dan Gibran. Lengkapnya silakan google saja sendiri deh. Percuma ditutupi karena rakyat sudah cerdas,” ujar Ribka. Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa negara, di bawah kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), telah secara resmi mengakui dan menyesali 12 peristiwa pelanggaran HAM berat dari Aceh hingga Papua, sebuah pengakuan yang dinilainya krusial dalam konteks sejarah.
Menurut Ribka, perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah dalam negara demokrasi. Oleh karena itu, pelaporan atas dasar perbedaan pandangan justru dapat merusak esensi demokrasi itu sendiri. “Pendapat Anda boleh berbeda dengan saya. Pandangan Presiden Jokowi tentang pelanggaran HAM berat saja bisa berbeda dengan Presiden Prabowo yang mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan Nasional. Silakan adu data dan fakta, agar bangsa ini cerdas,” tantang Ribka, menyerukan debat publik berbasis data.
Sebelumnya, Aliansi Rakyat Anti Hoaks (ARAH) secara resmi mengadukan Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri pada Rabu (12/11). Laporan ini diajukan menyusul pernyataan Ribka yang mengkritik keras rencana pemberian gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto. Koordinator ARAH, Iqbal, menjelaskan kepada wartawan, “Kami datang ke sini untuk mengadukan pernyataan salah satu politisi dari PDIP yaitu Ribka Tjiptaning yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional.”
Iqbal merujuk pada pernyataan provokatif Ribka kepada media pada Selasa (28/10) lalu. Kala itu, Ribka secara tegas menolak rencana pemerintah untuk menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. “Kalau pribadi, saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan hanya bisa memancing, eh apa membunuh jutaan rakyat Indonesia,” ujarnya saat diwawancarai wartawan di Sekolah PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, menggarisbawahi penolakan pribadinya secara tajam.
Ringkasan
Ribka Tjiptaning dari PDIP siap menghadapi laporan polisi atas pernyataannya yang menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat”. Ia yakin jutaan korban dan keluarga korban kejahatan rezim Soeharto, termasuk korban peristiwa ’65, Petrus, dan lainnya, siap bersaksi jika kasus ini berlanjut ke pengadilan.
Ribka juga menyoroti pengakuan negara atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di bawah kepemimpinan Jokowi. Menurutnya, perbedaan pendapat adalah hal wajar dalam demokrasi, dan pelaporan atas dasar perbedaan pandangan justru merusak demokrasi. Aliansi Rakyat Anti Hoaks melaporkan Ribka ke Bareskrim Polri karena pernyataannya yang menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.