Sponsored

Santa Claus mampir ke pasar saham RI, IHSG reli 21,76% potensi to the moon

JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah menunjukkan performa yang sangat impresif sepanjang tahun berjalan, dengan potensi penguatan yang masih terbuka lebar menjelang akhir tahun 2025. Harapan akan ‘Santa Claus Rally’ yang kerap terjadi di penghujung tahun diperkirakan akan menopang pergerakan indeks dalam tiga pekan terakhir.

Sponsored

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 11 Desember 2025, IHSG tercatat melonjak 21,76% ke level 8.620,48 secara year to date (ytd). Kinerja cemerlang ini menimbulkan optimisme di kalangan pelaku pasar.

Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus, mengungkapkan beberapa faktor kunci yang menjadi pendorong geliat pasar saham Indonesia di akhir tahun ini. “Pemangkasan tingkat suku bunga The Fed, pemangkasan tingkat suku bunga BI Rate, serta data ekonomi yang stabil dan kuat menjadi sentimen positif,” kata Nicodemus kepada Bisnis pada Kamis (11/12/2025).

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa The Fed telah memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 3,50–3,75% tahun ini. Kebijakan ini secara signifikan memperkuat sentimen risk-on di pasar keuangan global. Pemangkasan suku bunga ini berpotensi meningkatkan nilai investasi, mengingat pelaku pasar dan investor cenderung mengalihkan dananya ke aset-aset berisiko, termasuk saham, untuk mencari imbal hasil lebih tinggi. Bagi investor asing, kondisi ini menjadikan pasar negara berkembang atau emerging market seperti Indonesia semakin menarik untuk investasi.

Kendati demikian, Nicodemus mengingatkan adanya potensi aksi profit taking yang bisa membayangi pergerakan pasar menjelang penutupan tahun. Ia juga menyoroti pentingnya valuasi pasar saat ini. Menurutnya, meskipun harga saham mungkin terasa sudah mahal, namun jika ekspektasi pelaku pasar dan investor jauh lebih tinggi, peluang kenaikan harga saham masih tetap ada. “Selain itu, sentimen baik dari global maupun dalam negeri juga harus diperhatikan, karena sentimen dan data ekonomi memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan saham ke depannya,” imbuhnya.

Di tengah gemilangnya kinerja IHSG, terdapat tantangan berupa ketimpangan performa indeks. Indeks LQ45, yang mencerminkan saham-saham berkapitalisasi besar (big caps), justru tidak terlalu bergeliat dan hanya tumbuh 2,47% ytd. Kesenjangan ini mengindikasikan bahwa reli pasar lebih banyak ditopang oleh saham-saham lapis kedua dan ketiga, bukan oleh emiten dengan kapitalisasi pasar besar.

Nicodemus melihat bahwa saham small caps dan mid caps masih memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kenaikan. “Sebab, harganya yang jauh lebih murah dan memiliki volatilitas yang jauh lebih tinggi. Meskipun saham big caps berpotensi mengalami kenaikan, namun sayang masih terbatas,” jelas Nicodemus.

Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, menambahkan bahwa peluang terjadinya Santa Claus Rally tahun ini masih cukup terbuka, meskipun IHSG sudah menguat hampir 23% ytd. Ia menjelaskan bahwa reli akhir tahun biasanya didorong oleh faktor-faktor seperti likuiditas pasar, flow asing, dan window dressing. “Selama arus dana asing tetap positif dan volatilitas global mereda setelah pemangkasan suku bunga The Fed, ruang penguatan tambahan masih ada,” tegas Ekky.

Indikator utama yang patut dicermati adalah keberlanjutan inflow asing ke bank-bank jumbo dan sektor-sektor berkapitalisasi besar, serta stabilitas rupiah menjelang akhir tahun. Pemangkasan suku bunga The Fed memang memiliki dampak signifikan terhadap arus dana asing ke Indonesia. Dengan biaya modal global yang lebih rendah, aset di emerging market seperti Indonesia menjadi sangat menarik. “Dalam 1–2 bulan ke depan, saya melihat peluang aliran dana asing kembali meningkat, terutama jika rupiah stabil dan prospek penurunan suku bunga BI di semester I/2026 semakin kuat,” ujar Ekky.

Dari sisi valuasi, IHSG dan saham-saham di indeks LQ45 memang tidak lagi semurah beberapa bulan lalu. Namun, secara fundamental, pasar saham Indonesia masih berada di area yang relatif wajar. Terkait bencana di Sumatra, Ekky menilai sentimen tersebut bersifat jangka pendek dan dampaknya terhadap pasar secara keseluruhan relatif terbatas, lebih tertuju pada beberapa emiten tertentu. “Selama tidak ada gangguan operasional signifikan atau risiko sistemik terhadap sektor kunci, IHSG masih berpotensi mempertahankan momentum penguatan,” pungkas Ekky.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Sponsored