Sponsored

Single Profile Pajak: Efisienkah? Awas Risiko Kebocoran Data!

Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan gebrakan baru dalam administrasi perpajakan melalui penerapan single profile wajib pajak. Langkah strategis ini menjadi bagian penting dari reformasi perpajakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025-2029.

Sponsored

Single profile wajib pajak, yang dirancang untuk mempermudah pengguna jasa kepabeanan dan cukai, akan mengintegrasikan data Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan berbagai lembaga terkait. Tujuannya adalah menciptakan data tunggal yang komprehensif.

Namun, para ekonom mengingatkan bahwa kebijakan ini, meskipun menjanjikan potensi besar, juga menyimpan risiko yang perlu diwaspadai. Akurasi dan efisiensi sistem menjadi kunci keberhasilan implementasi single profile ini.

Efisiensi Meningkat, Potensi Penerimaan Negara Mengalir

Yusuf Rendy Manilet, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, menjelaskan bahwa integrasi data memungkinkan otoritas pajak untuk menyusun profil risiko yang lebih akurat. Sistem ini juga memungkinkan deteksi dini terhadap potensi ketidakpatuhan dan menghindari tumpang tindih pemeriksaan antar unit.

Baca juga:

* Purbaya Siapkan Single Profile Wajib Pajak untuk Integrasi Data Pajak–Bea Cukai
* DJP Bakal Periksa 282 Wajib Pajak Nakal Manipulasi Data Ekspor
* Purbaya Yakin Tax Ratio Naik ke 11% Didukung Basis Wajib Pajak Baru

Lebih lanjut, Yusuf menambahkan bahwa layanan seperti restitusi, keberatan, dan kepabeanan dapat berjalan lebih cepat dan tepat sasaran karena didukung oleh data yang akurat. “Ini karena basisnya sudah benar-benar data driven,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (14/11).

Integrasi data lintas sektor diharapkan tidak hanya memperbaiki proses administrasi, tetapi juga membuka potensi fiskal baru. Yusuf meyakini bahwa single profile dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu menaikkan tarif pajak.

Dengan data yang lengkap, celah penghindaran pajak dapat ditutup, basis pajak dapat diperluas, dan aktivitas ekonomi yang selama ini tidak terpantau dapat terungkap. “Dengan kepatuhan sukarela yang lebih tinggi dan penindakan lebih presisi, penerimaan negara dapat naik dengan sendirinya,” imbuh Yusuf.

Senada dengan Yusuf, Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, juga berpendapat bahwa integrasi data memungkinkan pembentukan model risiko yang mampu menarik data pajak, arus impor-ekspor, dan histori kepatuhan secara bersamaan. Hal ini memungkinkan pemeriksaan yang lebih terarah, hanya menyasar wajib pajak yang memiliki risiko tinggi.

Kemudahan Bagi Dunia Usaha

Syafruddin meyakini bahwa implementasi single profile yang baik akan memberikan kenyamanan baru bagi wajib pajak, terutama pelaku usaha.

Konsistensi data lintas unit akan mempercepat proses keberatan, restitusi, atau klarifikasi tanpa perlu meminta dokumen berulang. “Wajib pajak merasakan kepastian karena keputusan berbasis data yang sama di semua unit,” jelasnya.

Waspadai Risiko Kebocoran Data

Namun, sentralisasi data dalam skala besar juga membawa risiko yang tidak boleh diabaikan. Yusuf dan Syafruddin sepakat bahwa perlindungan data menjadi aspek yang paling krusial.

Beberapa risiko yang perlu diantisipasi meliputi:

* Kebocoran data sensitif.
* Salah padan identitas (mismatch).
* False positive dalam pemeringkatan risiko, yang dapat merugikan wajib pajak yang sebenarnya patuh.

Syafruddin menekankan pentingnya membangun pagar pengaman yang kuat sejak awal, seperti penerapan privacy-by-design, akses data berbasis peran, jejak audit yang ketat, dan hak koreksi data bagi wajib pajak.

Ringkasan

Pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan implementasi single profile wajib pajak yang bertujuan untuk mengintegrasikan data perpajakan dan kepabeanan. Langkah ini diharapkan meningkatkan efisiensi administrasi, memungkinkan deteksi dini potensi ketidakpatuhan, dan meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu menaikkan tarif pajak. Integrasi data lintas sektor juga diharapkan memberikan kemudahan bagi dunia usaha, khususnya dalam proses restitusi dan keberatan.

Meskipun menjanjikan efisiensi, single profile wajib pajak juga membawa risiko kebocoran data dan kesalahan identifikasi yang perlu diwaspadai. Ekonom menekankan pentingnya perlindungan data yang kuat melalui penerapan privacy-by-design, akses data berbasis peran, audit yang ketat, dan hak koreksi data bagi wajib pajak untuk meminimalkan risiko tersebut.

Sponsored