
Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan mengukir penguatan signifikan hingga penutupan tahun 2025, salah satunya didorong oleh fenomena window dressing. Sejumlah analis pasar modal meyakini, meskipun dibayangi volatilitas sepanjang tahun ini, kinerja indeks akan berujung positif.
Cindy Alicia Ramadhania, Retail Research Analyst dari Sinarmas Sekuritas, mengungkapkan optimismenya terhadap potensi penguatan IHSG. Menurutnya, meskipun pasar masih dipengaruhi oleh ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China, momentum window dressing pada bulan Desember akan menjadi pendorong utama pergerakan indeks di sisa akhir tahun 2025. Pernyataan ini disampaikannya pada Jumat (31/10/2025).
Efektivitas window dressing, imbuh Cindy, sangat bergantung pada kondisi pasar global. Peluang penguatan indeks tetap terbuka lebar, namun rentan terhadap sentimen eksternal yang selama ini kerap memicu volatilitas. Dalam periode tersebut, saham-saham berkapitalisasi besar atau blue chip diproyeksikan menjadi penopang utama pasar. Ia menyoroti bahwa saham-saham unggulan dari sektor perbankan besar, konsumer, dan telekomunikasi saat ini sudah menunjukkan kenaikan. Biasanya, pada momen window dressing, terjadi rotasi dana dari manajer investasi ke saham-saham berfundamental kuat.
Katalis penguatan IHSG akan semakin solid jika kinerja emiten juga menunjukkan hasil yang positif. Hal ini sejalan dengan ekspektasi investor terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan rilis di akhir tahun.
Sejalan dengan pandangan tersebut, Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi, turut memprediksi tren penguatan IHSG hingga akhir tahun 2025, meskipun volatilitas pasar masih tinggi. Wafi menilai bahwa dinamika pasar dalam beberapa waktu terakhir dipicu oleh dua faktor utama, yakni rebalancing indeks MSCI dan revisi metodologi free float saham.
Namun, secara keseluruhan, Wafi melihat arah tren IHSG masih menunjukkan kecenderungan bullish moderat. Ekspektasi akan momentum window dressing serta valuasi saham-saham blue chip yang dinilai sudah relatif murah menjadi pendorong utama di balik optimisme ini.
Kendati demikian, Wafi memperkirakan dampak window dressing tahun ini kemungkinan tidak akan sekuat tahun sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa dana institusi cenderung lebih selektif dan memprioritaskan sektor-sektor defensif seperti perbankan, konsumer, dan energi. Prioritas ini mencerminkan kehati-hatian investor dalam menghadapi ketidakpastian pasar global.
Wafi memproyeksikan IHSG berpeluang ditutup pada kisaran 8.300 hingga 8.600 pada akhir tahun ini. Namun, proyeksi ini dengan catatan bahwa tekanan eksternal tidak meningkat signifikan dan likuiditas pasar tetap kondusif. Ia menambahkan bahwa saham-saham blue chip masih sangat menarik bagi investor karena valuasinya yang tergolong murah, sehingga berpotensi besar menarik alokasi dana asing.
Sementara itu, saham-saham konglomerasi dinilai menghadapi sentimen yang beragam. Wafi menyatakan bahwa dari sisi aset dan diversifikasi usaha, saham-saham ini masih menarik. Namun, ada potensi tekanan dari rencana revisi free float MSCI. Pergeseran dana investor dari saham konglomerasi ke sektor-sektor defensif juga menjadi tren yang diamati oleh Cindy.
Melihat prospek ke tahun 2026, Wafi menilai katalis positif masih dapat berlanjut jika inflasi global tetap terjaga dan Bank Sentral AS (The Fed) melanjutkan kebijakan pemangkasan suku bunga pada akhir tahun ini. Namun, tensi perang tarif antara AS dan China diperkirakan akan tetap menjadi tantangan serius bagi pasar, termasuk bagi saham-saham konglomerasi yang belakangan bergerak sideways. Cindy kembali menegaskan bahwa peluang pergerakan IHSG masih didorong oleh momentum window dressing dan rilis kinerja keuangan terbaru, sementara tantangan utama tetap pada kelanjutan perang tarif AS-China.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
IHSG diproyeksikan menguat hingga akhir tahun 2025, didorong oleh fenomena window dressing. Analis Sinarmas Sekuritas, Cindy Alicia Ramadhania, optimis dengan potensi penguatan ini, meskipun pasar dipengaruhi ketegangan perang dagang AS-China. Saham blue chip dari sektor perbankan, konsumer, dan telekomunikasi diprediksi menjadi penopang utama.
Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi, juga memprediksi penguatan IHSG, meskipun dengan volatilitas tinggi. Dampak window dressing mungkin tidak sekuat tahun sebelumnya, dengan dana institusi lebih selektif pada sektor defensif. IHSG berpotensi ditutup pada kisaran 8.300-8.600 dengan catatan tekanan eksternal tidak meningkat signifikan.