
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan melegalkan impor pakaian bekas. Ia menegaskan impor pakaian bekas merupakan perdagangan ilegal dan merugikan negara.
Untuk itu, ia memilih untuk tidak banyak komentar terkait usulan pedagang pakaian bekas atau thrifting yang meminta dilegalkan dan siap membayar pajak. “Saya nggak perlu dengan bisnis thrifting, yang saya kendalikan adalah barang ilegal yang masuk ke Indonesia,” kata Purbaya dalam Konferensi Pers APBN KiTA Edisi November 2025 di Gedung Kemenkeu, Kamis (20/11).
Purbaya menegaskan dirinya akan membersihkan Indonesia dari barang-barang yang masuk secara ilegal. Termasuk pakaian bekas karena secara aturan tidak boleh dilakukan sehingga disebut ilegal.
“Jadi nggak ada hubungannya bayar pajak atau nggak bayar pajak (bagi para pedagang pakaian bekas), itu barang ilegal,” ujarnya.
Ia menganalogikan hal itu seperti pemerintah tidak mungkin melegalkan transaksi ganja. Sebab barang tersebut dilarang untuk dikonsumsi dan diperdagangkan.
“Kalau saya menagih pajak dari ganja misalnya, apakah barang itu jadi ilegal? Kan nggak. Kira-kira gitu padanannya.” Kata Purbaya.
Pedagang Usul Pemerintah Legalkan Thrifting
Salah seorang pedagang pakaian bekas di Pasar Senen Rifai Silalahi sebelumnya mengusulkan agar pemerintah bisa melegalkan pakaian bekas yang masuk ke Indonesia untuk diperdagangkan.
“Jadi sebenarnya kita berharap masuknya ini, barang thrifting ini sekarang bisa dilegalkan. Kita mau bayar pajak. Yang utama itu, kita mau bayar pajak,” kata Rifai dalam rapat Dengar Pendapat dengan Badan Aspirasi Masyarakat Dewan Perwakilan Rakyat (BAM DPR), Rabu (19/11).
Rifai mengatakan jika Purbaya ingin menertibkan impor pakaian bekas karena merugikan negara, maka bisa melegalkan praktik tersebut. Dengan begitu, Rifai menganggap bisa menambah pemasukan negara.
“Kenapa tidak? Apa salahnya thrifting dilegalkan?” ujar Rifai.
Larangan Pakaian Bekas
Larangan impor pakaian bekas tidak hanya diatur dalam Permendag, tetapi juga dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. UU tersebut mengamanatkan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam kondisi baru.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2014, importir pakaian bekas dapat dikenakan pidana penjara hingga lima tahun dan atau denda maksimal Rp 5 miliar, selain sanksi administratif lainnya.
Selain itu, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga melarang perdagangan barang yang tidak memenuhi standar atau ketentuan yang berlaku, termasuk pakaian bekas impor yang tidak melalui proses pemeriksaan dan sanitasi resmi.
Dalam UU tersebut, pelaku usaha yang memperdagangkan pakaian bekas impor dapat dikenai pidana penjara lima tahun dan denda maksimum Rp 2 miliar.