Wall Street menutup perdagangan Kamis (20/11) dengan koreksi tajam, menyeret indeks-indeks utama Amerika Serikat ke zona merah. Pelemahan ini dipicu oleh rilis laporan ketenagakerjaan yang bervariasi, meredupkan ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga Federal Reserve tahun ini. Ditambah lagi, kekhawatiran yang kian membayangi valuasi saham teknologi yang sudah melambung tinggi turut menekan sentimen investor, bahkan di tengah laporan kinerja Nvidia yang melampaui perkiraan.
Merinci pergerakan pasar, Indeks Industri Dow Jones Average (.DJI) merosot 386,51 poin atau 0,84 persen, menetap di level 45.752,26. Tak ketinggalan, S&P 500 (.SPX) tergelincir 103,40 poin atau 1,56 persen ke posisi 6.538,76, sementara indeks teknologi Nasdaq Composite (.IXIC) mengalami penurunan paling dalam, yakni 486,18 poin atau 2,15 persen, mengakhiri hari di 22.078,05.
Sektor teknologi, khususnya saham-saham yang berhubungan dengan kecerdasan buatan (AI), menjadi pendorong utama pelemahan ini, menyebabkan Nasdaq mencatat rentang pergerakan harian terluas sejak 9 April. Kondisi ini diperparah dengan penurunan imbal hasil obligasi AS dan anjloknya harga Bitcoin, yang secara kolektif mengindikasikan bahwa selera risiko investor tengah memudar.
Meskipun Nvidia berhasil membukukan laba dan proyeksi yang melampaui ekspektasi analis, euforia positif tersebut hanya berlangsung sesaat dan cepat memudar. Thomas Martin, manajer portofolio senior GLOBALT di Atlanta, seperti dikutip Reuters pada Jumat (21/11), menyoroti sentimen pasar: “Laporannya bagus, tetapi pasar masih bertanya-tanya soal inflasi, ketenagakerjaan, dan arah kebijakan The Fed.”
Rilis data ketenagakerjaan AS menyajikan gambaran yang campur aduk: penambahan pekerjaan melampaui perkiraan, namun di sisi lain, tingkat pengangguran justru meningkat dan klaim pengangguran lanjutan mencapai level tertinggi dalam hampir empat tahun terakhir. Laporan ini menjadi kurang relevan akibat penundaan enam minggu yang disebabkan oleh penutupan pemerintahan federal, meninggalkan Federal Reserve hanya dengan satu laporan pekerjaan yang kurang mutakhir untuk dipertimbangkan dalam rapat kebijakan bulan depan.
Akibat data tersebut, peluang pemangkasan suku bunga ketiga oleh The Fed tahun ini merosot tajam menjadi sekitar 39,8 persen, meskipun beberapa pihak masih meyakini adanya pemangkasan 25 basis poin. Gejolak ini tercermin jelas pada Indeks Volatilitas Pasar CBOE (.VIX) atau yang dikenal sebagai “indeks ketakutan pasar”, yang melonjak dan ditutup pada level tertinggi sejak akhir April, menggarisbawahi kegelisahan investor.
Di pasar Eropa, saham-saham awalnya menguat, terangkat oleh optimisme dari laporan laba Nvidia yang kuat. Namun, kenaikan tersebut tak mampu bertahan dan tergerus seiring munculnya ketidakpastian baru mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Secara global, Indeks MSCI untuk saham di seluruh dunia (.MIWD00000PUS) anjlok 9,01 poin atau 0,92 persen menjadi 968,20. Sementara itu, indeks pan-Eropa STOXX 600 (.STOXX) mencatat kenaikan tipis 0,4 persen, dan indeks FTSEurofirst 300 Eropa (.FTEU3) naik 8,72 poin atau 0,39 persen. Di Asia, saham pasar berkembang (.MSCIEF) berhasil naik 9,58 poin atau 0,70 persen menjadi 1.369,89. Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) ditutup menguat 0,8 persen di level 703,56, dan indeks Nikkei Jepang (.N225) melonjak 1.286,24 poin atau 2,65 persen ke 49.823,94.
Di pasar obligasi, imbal hasil obligasi AS menunjukkan penurunan tipis, seiring investor yang kembali mengevaluasi kemungkinan adanya pelonggaran moneter. Imbal hasil obligasi acuan AS bertenor 10 tahun menyusut 3,1 basis poin menjadi 4,1 persen, dari 4,131 persen pada penutupan Rabu (19/11). Serupa, imbal hasil obligasi 30 tahun turun 1,9 basis poin menjadi 4,7328 persen dari 4,752 persen. Sementara itu, imbal hasil obligasi 2 tahun, yang seringkali mencerminkan ekspektasi terhadap suku bunga Federal Reserve, juga terkoreksi 4,4 basis poin menjadi 3,554 persen, dari 3,598 persen pada akhir Rabu.
Sebaliknya, dolar AS justru menguat, didorong oleh data pekerjaan yang meredam ekspektasi terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar. Indeks dolar naik 0,16 persen mencapai 100,25. Terhadap mata uang utama lainnya, Euro melemah 0,1 persen ke USD 1,1525, sementara dolar menguat 0,22 persen terhadap yen Jepang, mencapai 157,49.
Di sektor aset digital, pasar mata uang kripto mengalami tekanan signifikan. Harga Bitcoin anjlok 4,44 persen, diperdagangkan pada USD 86.514,72, dan Ethereum juga tidak luput dari koreksi, turun 4,85 persen menjadi USD 2.843,98.
Untuk komoditas energi, harga minyak mentah awalnya sempat melonjak setelah adanya penarikan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan. Namun, keuntungan tersebut dengan cepat berbalik arah di tengah meningkatnya desakan agar Amerika Serikat mengambil langkah untuk mengakhiri konflik Rusia-Ukraina. Minyak mentah AS ditutup melemah 0,55 persen pada USD 59,14 per barel, dan Brent juga turun 0,2 persen pada hari itu, mengakhiri perdagangan di USD 63,38 per barel.
Sementara itu, harga emas menunjukkan sedikit pelemahan. Investor mencermati laporan pekerjaan yang tertunda, yang turut memengaruhi sentimen. Harga emas spot terkoreksi 0,06 persen menjadi USD 4.078,15 per ons, sementara harga emas berjangka AS turun 0,18 persen, ditutup pada USD 4.070,50 per ons.
Ringkasan
Wall Street mengalami pelemahan signifikan yang dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan Federal Reserve dan valuasi saham teknologi yang tinggi. Data ketenagakerjaan yang bervariasi, meskipun menunjukkan penambahan pekerjaan yang baik, disertai dengan peningkatan tingkat pengangguran, mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Pelemahan ini tercermin pada penurunan indeks Dow Jones, S&P 500, dan terutama Nasdaq Composite. Selain itu, penurunan imbal hasil obligasi AS dan anjloknya harga Bitcoin mengindikasikan penurunan selera risiko investor secara keseluruhan, meskipun laporan kinerja Nvidia melampaui ekspektasi analis.